Kamis 02 Sep 2021 06:42 WIB

PBB Peringatkan Afghanistan Terancam Krisis Kelaparan

PBB kehabisan stok pangan untuk membantu Afghanistan bulan ini

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Nur Aini
Taliban berjaga di dekat kendaraan yang digunakan untuk menembakkan roket di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 30 Agustus 2021. Beberapa roket yang ditembakkan dari sebuah mobil mendarat di dekat bandara Kabul pada 30 Agustus.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Taliban berjaga di dekat kendaraan yang digunakan untuk menembakkan roket di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 30 Agustus 2021. Beberapa roket yang ditembakkan dari sebuah mobil mendarat di dekat bandara Kabul pada 30 Agustus.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan stok makanan PBB di Afghanistan akan habis pada bulan ini yang bisa menambah krisis kelaparan. Kepala Kemanusiaan PBB di Afghanistan, Ramiz Alakbarov, mengatakan sekitar sepertiga dari 38 juta penduduk Afghanistan tidak tahu apakah mereka akan makan setiap hari.

Program Pangan Dunia PBB telah membawa dan mendistribusikan makanan kepada puluhan ribu orang dalam beberapa pekan terakhir. Namun, dengan mendekatnya musim dingin dan kekeringan yang sedang berlangsung, setidaknya 200 juta dolar AS dibutuhkan segera untuk dapat terus memberi makan warga Afghanistan yang paling rentan.

Baca Juga

“Pada akhir September, stok yang dimiliki Program Pangan Dunia di negara ini akan habis. Kami tidak akan dapat menyediakan makanan penting karena kami akan kehabisan stok,” kata Alakbarov dalam konferensi pers daring.

Sebelumnya, para pejabat PBB mengatakan dari 1,3 miliar dolar AS yang dibutuhkan untuk upaya bantuan keseluruhan, hanya 39 persen yang telah diterima. Taliban yang menguasai Afghanistan harus memerintah sebuah negara yang sangat bergantung pada bantuan internasional dan berada di tengah krisis ekonomi yang memburuk.

Selain kekhawatiran tentang persediaan makanan, pegawai negeri di sana belum dibayar selama berbulan-bulan dan mata uang lokal kehilangan nilainya. Sebagian besar cadangan devisa Afghanistan disimpan di luar negeri dan saat ini dibekukan.

Baca juga : Israel Tolak Rencana AS Buka Konsulat untuk Palestina

Penjaga Toko di Kabul, Mohammad Sharif, mengatakan toko-toko dan pasar memiliki persediaan makanan tetapi kekhawatiran utama adalah kenaikan harga pangan. “Jika situasinya terus seperti ini dan tidak ada pemerintah yang mengendalikan harga, itu akan menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat setempat,” ujar dia.

Setelah penarikan AS, banyak orang Afghanistan dengan cemas menunggu untuk melihat bagaimana Taliban akan memerintah. Ketika mereka terakhir berkuasa pada 2001, mereka memberlakukan aturan kejam, menolak untuk mengizinkan anak perempuan pergi ke sekolah, membatasi pergerakan perempuan, dan melarang televisi, musik dan fotografi.

Akan tetapi sekarang para pemimpin Taliban berusaha memproyeksikan citra yang lebih moderat. Sekolah telah dibuka kembali untuk anak laki-laki dan perempuan meskipun pejabat Taliban mengatakan mereka akan belajar secara terpisah.

Perempuan berada di jalan-jalan mengenakan jilbab, seperti yang selalu mereka lakukan dibandingkan burqa yang diwajibkan Taliban di masa lalu.

Tantangan yang dihadapi Taliban dalam menghidupkan kembali ekonomi dapat memberi pengaruh kepada negara-negara Barat saat mereka mendorong kelompok itu untuk memenuhi janji membentuk pemerintahan yang inklusif dan menjamin hak-hak perempuan. Taliban mengatakan mereka ingin memiliki hubungan baik dengan negara lain, termasuk AS. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement