Sejumlah Daerah di Jatim Masuki Puncak Kemarau
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Petani beraktivitas di dasar Waduk Dawuhan yang mengering akibat musim kemarau di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Minggu (22/8/2021). Sejumlah petani di kawasan sekitar waduk tersebut memanfaatkan dasar waduk untuk lahan pertanian dengan jenis tanaman berumur pendek seperti sayur-sayuran dan jagung, sehingga sudah bisa dipetik hasilnya sebelum waduk terisi pada musim hujan. | Foto: ANTARA/SISWOWIDODO
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, wilayah Jawa Timur telah memasuki musim kemarau sejak April 2021. Beberapa daerah di Jatim saat ini bahkan telah memasuki puncak musim kemarau sejak Agustus dan diperkirakan hingga September 2021.
Kepala Stasiun Klimatologi Malang, Anung Suprayitno mengatakan, dampak dari puncak musim kemarau itu adalah terjadinya kekeringan ekstrim di beberapa daerah di Jatim. Antara lain di Nganjuk, Kediri, Madiun, Surabaya, Probolinggo, Bondowoso, Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep.
Beberapa di antaranya bahkan telah mendapat peringatan dini terjadinya kekeringan meteorologis kategori awas. "Di wilayah Surabaya, Bondowoso Situbondo, Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep," ujar Anung saat menggelar konferensi pers secara virtual, Kamis (2/9).
Anung mengatakan, kondisi tersebut mengakibatkan suhu laut hangat yang berdampak pada munculnya MJO, Eq ROSSBY yang berpotensi terjadinya penambahan uap air pada musim kemarau 2021. Sedangkan ENSO-IOD diprakirakan dalam kondisi netral dan berpeluang La Nina pada 2021.
Diperkirakan, awal musim hujan baru akan terjadi pada Oktober meliputi 28 zona musim, dan November meliputi 29 zona musim. Jatim, kata Anung, memiliki 60 daerah zona musim.
Kemudian puncak musim hujan diprediksi pada Januari 2022. Meliputi 50 zona musim. "Dibandingkan normalnya, awal musim hujan diprakirakan maju lebih awal 33 zona musim," kata Anung.
Anung mengingatkan untuk mewaspadai cuaca ekstrim khususnya hujan lebat pada masa peralihan hingga awal hujan 2021/2022. Karena berpotensi menimbulkan banjir bandang, longsor, sedimentasi waduk, dan perlunya inspeksi struktur bangunan serta jaringan.
"Harus dimulai peningkatan kerja sama antar daerah untuk pengurangan risiko bencana iklim lintas batas kabupaten dan provinsi," tegasnya.