REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan mufti Mesir, Syekh Ali Jumah, mendapat pertanyaan soal apakah boleh menafsirkan Alquran dengan pengetahuan yang dimiliki dan apakah boleh menafsirkan Alquran sesuai perkembangan zaman?
Syekh Ali Jumah, yang merupakan anggota Dewan Cendekiawan Senior Mesir, menjelaskan bahwa salah satu kemukjizatan Alquran ialah kekal sepanjang zaman serta menjadi petunjuk untuk manusia dan orang beriman di zaman kapan pun.
Karena itu, Jumah mengatakan, diperbolehkan untuk menafsirkan Alquran dalam segala hal selama tafsirnya sesuai kaidah-kaidah umum syariat Islam.
Adapun mengenai apakah tafsir terhadap Alquran itu terus berkembang sesuai perkembangan zaman, Jumah menyampaikan, konsep Alquran muncul bersama konsep epistemologis waktu. Allah SWT berfirman:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ "Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Mahamengetahui." (QS Yasin ayat 38)
"Ketika salah satu dari mereka biasa mendengar matahari berlari ke kandangnya, dia akan memaksanya pada gerakan yang terlihat semua orang, yaitu matahari bergerak dari Timur dan pergi ke Barat. Namun ketika manusia belajar tentang ilmu itu, mereka tahu bahwa matahari tetap pada tempatnya," jelas Jumah.
Namun, untuk menafsirkan Alquran, ada beberapa ilmu yang harus dikuasai. Dalam kitab Fadhilah Amal yang ditulis Maulana Zakariyya Al Khandahlawi disebutkan, untuk memahaminya, dibutuhkan syarat dan adab-adabnya terlebih dahulu
Di antaranya, ilmu bahasa, ilmu nahwu (tata bahasa), ilmu sharaf, ilmu isytiqaq, ilmu ma’ani, ilmu bayan, ilmu badi, ilmu qiraat, ilmu aqaid, dan ushul fiqih. Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil dan menggali hukum dari suatu ayat.
Sumber: masrawy