REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, mengatakan penistaan agama sebenarnya banyak terjadi di dunia maya kalau ditelusuri.
Kadang-kadang di dunia maya itu umat Islam terpojok karena banyaknya suara yang menghujat Islam di dunia maya.
"Saya sering mengatakan jika ingin melihat Indonesia bertahan lama, solid dan kuat, mari kita merawat umat Islam, mari kita merawat moderasi Islam, tidak ada cara lain untuk mempertahankan Indonesia di masa depan tanpa mengurangi agama-agama yang lain kecuali memperkuat umat Islam," ujarnya saat Webinar bertema Penistaan Agama Dalam Pandangan Islam yang digelar Yayasan Indonesia Damai Mengaji, Kamis (2/9).
Dia menegaskan, memperkuat umat Islam sama dengan memperkuat Indonesia. Sebaliknya, lemahnya umat Islam sama dengan lemahnya Indonesia. Tanpa mengurangi peran agama lain, kalau umat Islam itu kuat maka dengan sendirinya akan mengayomi agama lain yang minoritas.
"Tapi kalau umat Islam diadu domba, di situ muncul penistaan agama berdasarkan agama aliran dan seterusnya, jadi kita harus waspada umat Islam tidak boleh terpancing dengan adanya pernyataan-pernyataan yang ada, cara yang paling baik untuk menyelesaikan penistaan agama ini serahkan ke aparat yang berwajib, jangan kita main hakim sendiri itu tambah memperkeruh situasi," jelasnya.
Dia mengingatkan, umat Islam tidak boleh dikontrol nafsu dan semangat berlebihan, tapi juga tidak boleh sangat lembut.
Kiai Nasaruddin mengungkapkan, tidak sependapat kalau umat Islam diam dan tidak ada reaksi apapun saat dimaki-maki. Seolah-olah umat Islam kehilangan percaya diri.
"Kita tidak ingin menjadi umat yang gampangan, gampang dibayar, gampang diancam dan segala macam, umat yang gampangan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam, kita harus tegas pada hal-hal tertentu yang perlu kita tegas, tapi kita perlu juga kasih sayang," jelasnya.
Kiai Nasaruddin menegaskan, kalau sudah sabar sebagaimana ajaran Islam. tapi masih dinistakan kelompok tertentu. Maka tidak boleh diam saja, tapi tidak boleh main hakim sendiri.
Sebab kekerasan tidak pernah bisa menyelesaikan persoalan. Kekerasan untuk apapun, kepada siapapun dan atas nama apapun tidak ada tempatnya dalam Islam.
"Islam itu punya cara untuk menyelesaikan seluruh persoalan kecuali dengan cara kekerasan, dan itu yang dilakukan Rasulullah, itu yang dilakukan Walisongo sampai berhasil sangat menakjubkan," jelasnya.
Dalam pandangan Ahli Filologi Universitas Airlangga, Prof Menachem Ali, menerangkan, dalam beragama ada kesamaan dan perbedaan. Perbedaan itu menjadi wilayah keunikan masing-masing, jangan sampai itu dinarasikan di ruang publik. "Kalau (perbedaan itu) dinarasikan di ruang publik dalam arti menghujat, itu amat mengancam kebangsaan kita," jelasnya.
Dia menegaskan, kalau perbedaan yang kecil itu disuarakan dan ditampilkan di ruang publik tanpa pertanggungjawaban keilmuan yang tepat. Kemudian menimbulkan keresahan dan kegaduhan, itu akan mengancam eksistensi