Kamis 02 Sep 2021 23:03 WIB

Dominasi Delta, Kemunculan Varian Mu, dan Saran Ilmuwan

Varian Delta menjadi varian Corona yang paling banyak ditemukan di Indonesia.

Petugas kesehatan merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Dr. Suyoto, Jakarta, Indonesia, pada akhir Juli 2021 lalu. Saat itu, Indonesia mengalami gelombang kedua infeksi Corona yang dahsyat, dipicu oleh varian Delta yang pertama kali terdeteksi di India. (ilustrasi)
Foto: AP/Tatan Syuflana
Petugas kesehatan merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Dr. Suyoto, Jakarta, Indonesia, pada akhir Juli 2021 lalu. Saat itu, Indonesia mengalami gelombang kedua infeksi Corona yang dahsyat, dipicu oleh varian Delta yang pertama kali terdeteksi di India. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Dian Fath Risalah, Antara

Varian Delta hingga kini menjadi varian dari virus Corona yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Hal itu diakui oleh Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito.

Baca Juga

"Sejak tahun 2020 hingga 1 September 2021 sudah dilakukan whole genome sequence untuk 5.790 sampel, di mana ditemukan 2.323 di antaranya merupakan VoC yang terdiri dari varian Alfa yaitu 64 kasus, Beta 17 kasus dan Delta 2.242 kasus," kata Wiku melalui konferensi video di Jakarta pada Kamis (2/9).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan variant of concern adalah varian virus corona yang menyebabkan peningkatan penularan, dan peningkatan kematian. Bahkan, varian virus corona yang masuk dalam kategori ini juga disebut memiliki kemampuan dalam memengaruhi efektivitas vaksin.

Varian-varian virus corona yang termasuk dalam kelompok yang dikategorikan sebagai VoC antara lain, yakni varian Alfa (B.1.1.7), varian Beta (B.1.351, B.1.351.2, B.1.351.3), varian Delta (B.1.617.2) dan varian Gamma (P.1, P.1.1, P.1.2).

"Sampai pada hari ini telah ditemukan sebanyak tiga dari empat jenis VoC yang di Indonesia yaitu Alpha, Beta dan Delta," tambah Wiku.

Menurut Wiku, mengingat bahwa kasus Covid-19 pada Agustus 2021 masih lebih tinggi dibandingkan dengan kasus pada gelombang pertama di bulan Januari 2021, maka tugas untuk menurunkan kasus masih belum selesai. Apalagi, saat ini WHO menambah memasukkan satu lagi varian virus COVID-19 ke kategori variant of interest (VoI) yaitu varian MU atau B1621 yang pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021.

WHO menyebut VoI adalah varian virus SARS-CoV-2 yang memiliki kemampuan genetik yang dapat memengaruhi karakteristik virus. Kemampuan tersebut dapat memengaruhi tingkat keparahan penyakit, pelepasan kekebalan, penularan, hingga kemampuan menghindari diagnostik maupun pengobatan.

Wiku mengakui, varian baru virus Covid-19 berpengaruh terhadap angka efikasi vaksin yang telah dikeluarkan saat ini. Ini karena vaksin yang dikembangkan saat ini pada umumnya menggunakan virus original atau asli.

"Sehingga munculnya varian baru berpotensi untuk menurunkan angka efikasi yang telah dikeluarkan," ujar Wiku.

Meski demikian, Wiku meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan potensi menurunnya efikasi vaksin tersebut. Termasuk, lima jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia saat ini.

Sebab, organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menegaskan standar vaksin dengan kemampuan membentuk kekebalan yang baik ialah yang memiliki nilai efikasi atau efektifitas di atas 50 persen.

"Sikap yang tepat dengan adanya penurunan angka efektivitas vaksin setelah adanya varian ini ialah tidak berpuas diri terhadap angka capaian vaksinasi," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement