REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengingatkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit perihal objektifitas dalam proses mutasi dan promosi anggota Polri. Mutasi dan promosi jabatan harus didasarkan pada sistem reward and punishment yang terukur guna penyegaran dan perbaikan di tubuh Polri.
Hal ini disampaikan anggota ORI Johanes Widjiantoro, Ahad (30/8), menanggapi promosi jabatan AKBP Gafur Aditya Harisada Siregar yang dipromosikan menjadi Kapolres Kota Baru, Kalsel. Padahal Paminal Polri belum lama ini, September 2020, sempat memutuskan yang bersangkutan bersalah melanggar kode etik dalam proses penyidikan ketika masih menjabat sebagai Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
"Kapolri harus memastikan proses mutasi untuk promosi apakah telah sesuai dan anggota bersangkutan tak memiliki persoalan," kata Johanes.
Menurutnya secara umum mutasi dan promosi jabatan konteksnya adalah untuk penyegaran dan upaya perbaikan di tubuh Polri, tetapi didasarkan pada hal-hal yang sifatnya objektif agar tidak dibaca sebagai suatu kebijakan yang subjektif.
Dalam konteks AKBP Gafur, Johanes mempersilahkan semua pihak melapor kepada Ombudsman bila menemukan kejanggalan atas proses mutasi promosi yang bersangkutan. Ia memastikan Ombudsman akan menelaah laporan diterima bila disertai bukti-bukti pendukung.
Sebelumnya perwira menengah AKBP M. Gafur Aditya Harisada Siregar sesuai surat telegram bernomor ST/1701/VII/KEP/2021 tertanggal 25 Agustus 2021 lalu diketahui mendapat promosi jabatan sebagai Kapolres Kota Baru, Kalimantan Selatan. Padahal Gafur sempat dinyatakan bersalah melanggar kode etik oleh Paminal Mabes Polri.
Dugaan pelanggaran kode etik dilakukan Gafur terjadi pada saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kasubdit 2 Ditreskrimum Polda Metro Jaya dalam penanganan perkara sengketa tanah di Jalan Pecenongan No 40, Jakarta Pusat. Dalam perkara ini, Sugiarto Pandi selaku pihak yang diiberi kuasa oleh PT Multi Aneka Sarana (MAS) awalnya melaporkan terlapor, masing-masing bernama Paulus, Umar Saleh dan R. Lutfi sebagaimana tercantum dalam laporan nomor LP/1471/III/2017/PMJ//Ditreskrimum tanggal 15 Maret 2017.
Pada tanggal 24 Maret Kasubdit 2 AKBP Nuredy Irwansyah atas nama Direskrimum Polda Metro Jaya mengeluarkan surat perintah kepada Gafur selaku Kanit IV yang ketika itu berpangkat Kompol dengan nomor surat SP/Lidik/964/III/2017/Ditreskrimum untuk menyidik perkara tersebut dimana kemudian para terlapor dijadikan sebagai tersangka. Namun dalam perjalanannya, karena tak cukup bukti, Direskrimum Kombes Rudy Heriyanto Adi Nugroho mengeluarkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) dengan nomor B/243/V/2017/Ditresktimum. Dalam surat tersebut disampaikan bahwa tahanan segera dikeluarkan dan benda sitaan dikembalikan kepada yang berhak.
Persoalan muncul kembali ketika Gafur menjabat sebagai Kasubdit II Harda dan berpangkat AKBP. Gafur kembali melanjutkan perkara yang telah dihentikan. Kali ini penyelidikan atas dasar laporan bernomor LP/1295/III/2017/PMJ/Ditreskrimum tanggal 15 Maret 2017. Padahal baik subyek dan obyek hukum serta pasal yang disangkakan sama. Terlebih lagi, penyidik yang menyidik perkara tersebut juga sama.
Bahkan Gafur kembali menjadikan Lutfi sebagai tersangka tanpa melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada pihak-pihak terkait. Pascapenetapan tersangka, Gafur yang dilaporkan ke Paminal Polri oleh pihak terlapor, kemudian menjalani pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Paminal Polri kemudian menyatakan M Gofur bersalah dan melanggar kode etik profesi dalam penanganan perkara tersebut. Gafur disebut diduga kuat melanggar Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
“Bahwa terhadap mantan penyidik, penyidik dan penyidik pembantu a.n AKBP M. Gafur A.H Siregar,S.IK NRP 79071556 (mantan Kanit IV dan Kasubdit 2 Ditreskrimum Polda Metro Jaya), AKP Nikuh Sri A. Sos., MSi, NRP 74004192 (penyidik Unit IV Subdit 2 Ditreskrimum Polda Metro Jaya) dan Brigadir Wahyu Nugroho NRP 88030658 (penyidik pembantu Unit IV Subdit 2 Ditreskrimum Polda Metro Jaya), telah dapat diduga kuat melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kode Etik Profesi Polri,” bunyi kesimpulan sidang kode etik yang diterima wartawan.
Direktur Eksekutif Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menyampaikan, Polri sepatutnya menerapkan punish and reward secara benar. Bila dianggap memiliki masalah, anggota Polri selayaknya tak diberikan promosi memegang posisi penting.
“Seharusnya punish and reward diberlakukan secara benar, bila bermasalah jangan diberikan posisi penting," kata dia.
Dalam kasus ini Hariz mengatakan diperhatikan dulu apakah pengangkatan karena lambatnya birokrasi hingga pihak yang berwenang mengatur mutasi atau promosi tak mengetahui perihal hasil sidang kode etik tersebut. “Harus ditelusuri kepada para pejabat terkait sidang kode etik dan mutasi itu,” ujar Haris Azhar menegaskan. Ia berkata pelanggaran administratif selanjutnya bisa dilaporkan kepada Ombudmas untuk selanjutnya ditelusuri.
Kepada wartawan, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus membenarkan AKBP Gafur telah menjalani sidang kode etik terkait penanganan kasus saat menjabat Kasubdit II Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Namun setelah dilakukan sidang dan pemeriksaan, Yusri menyampaikan yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
“Sudah dilakukan sidang dan Paminal Polri kemudian menyatakan M Gofur tidak bersalah dan tidak melanggar kode etik profesi dalam penanganan perkara tersebut,” ujarnya, Sabtu (28/8/21).