Jumat 03 Sep 2021 08:51 WIB

RSF: Jurnalis Perempuan di Afghanistan Banyak tak Bekerja

Dari ratusan perempuan yang bekerja di media, hanya 76 tersisa.

Rep: Muhyiddin/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang wanita yang dievakuasi dari Kabul, Afghanistan, berjalan melewati terminal sebelum naik bus setelah mereka tiba di Bandara Internasional Washington Dulles, di Chantilly, Va, pada Senin, 30 Agustus 2021.
Foto: ap/Jose Luis Magana/FR159526 AP
Seorang wanita yang dievakuasi dari Kabul, Afghanistan, berjalan melewati terminal sebelum naik bus setelah mereka tiba di Bandara Internasional Washington Dulles, di Chantilly, Va, pada Senin, 30 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah laporannya, Reporters Without Borders (RSF) menyatakan bahwa jurnalis perempuan sedang dalam proses 'menghilang. dari Kabul setelah Taliban menguasai Afghanistan. Dari 700 jurnalis perempuan Kabul, yang bekerja kurang dari 100 orang.

“Kurang dari 100 dari 700 jurnalis perempuan Kabul masih bekerja,” kata RSF dilansir dari al-Arabiya, Jum’at (3/9).

Baca Juga

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh RSF dan Pusat Perlindungan Jurnalis Perempuan Afghanistan, dari 510 perempuan yang pernah bekerja untuk delapan media dan kelompok pers terbesar, hanya 76 yang saat ini masih bekerja.

Padahal, sebelumnya Taliban berjanji akan menghormati hak-hak perempuan dalam membangun pemerintahannya. “Penghormatan Taliban terhadap hak fundamental perempuan, termasuk jurnalis perempuan, untuk bekerja dan menjalankan profesi mereka adalah isu utama,” kata Sekjen RSF Christophe Deloire.

Setelah Taliban mengambil alih kendali Afghanistan pada 15 Agustus, kelompok itu menebarkan pesona untuk memperbaiki citra mereka, yang oleh media dijuluki sebagai “Taliban 2.0.” Taliban bersikeras bahwa mereka telah berubah dari era 1996-2001.

Baca juga : Infografis 10 Peralatan Militer AS yang Diambil Alih Taliban

Selain berjanji untuk menghormati hak-hak kaum perempuan, Taliban juga berjanji untuk tidak membalas dendam pada pegawai pemerintah dan tentara Afghanistan era sebelumnya, serta akan memerintah negaranya dengan baik di bawah hukum Syariat Islam.

Seorang presenter TV wanita Afghanistan, Shabnam Dawran telah berbagi kisahnya di media sosial. Ia meceritakan bahwa Taliban tidak membiarkannya bekerja sebagai seorang jurnalis lagi.

Dawran, yang bekerja untuk Radio Television Mili milik negara Afghanistan, menulis di akun twitternya untuk membagikan kisahnya.

“Ketika saya mendengar bahwa aturan sistem baru (Taliban) telah berubah. Dengan keberanian yang saya miliki, saya pergi ke kantor untuk memulai pekerjaan saya, (tetapi) tentara sistem saat ini tidak memberi saya izin untuk memulai pekerjaan saya,” kata Darwan.

Dia menambahkan, “Mereka mengatakan kepada saya bahwa rezim telah berubah. Anda tidak diizinkan, pulanglah. Saya meminta dunia untuk membantu saya karena hidup saya dalam bahaya.”

Dalam laporannya, RSF juga menyatakan bahwa sebagian besar jurnalis perempuan telah dipaksa untuk berhenti bekerja di provinsi-provinsi, di mana hampir semua media milik swasta berhenti beroperasi ketika pasukan Taliban maju.

LSM yang berfokus pada kebebasan pers tersebut menambahkan bahwa media milik swasta yang belum memutuskan untuk berhenti beroperasi juga telah menyarankan jurnalis perempuan mereka untuk tinggal di rumah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement