REPUBLIKA.CO.ID, Dakwah merupakan kata kerja yang amat tua. Kisahnya sudah diukir oleh para nabi, rasul, dan orang-orang saleh yang hi dup sejak dahulu kala. Me reka menyeru umatnya untuk me nyembah Allah Taa'la. Layak nya manusia-manusia pilihan, jalan mereka tak pernah sepi dari tantangan dan rintangan. Berbagai ujian pernah dihadapi. Mereka harus membenahi kerusakan moral kaumnya, orangorang yang musyrik, hingga raja yang mengaku Tuhan. Ujian mereka pun bertambah manakala tantangan datang dari keluarga.
Simaklah kisah putra Nabi Nuh AS, istri Nabi Luth AS, hingga paman Rasulullah SAW. Mereka justru menjadi tokoh-tokoh antagonis dalam ri salah perjalanan dakwah para nabi. Nabi Nuh AS harus kehilangan anaknya yang menolak un tuk ikut seruan ayahnya untuk ikut ke dalam ka pal. Dia tidak termasuk keluarganya yang ikut naik ke kapal itu seperti yang dikisahkan dalam QS Huud ayat 42-43.
"Anaknya menjawab: "Aku akan mencari per lindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang me lindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan."
Nabi Luth AS yang konon memiliki istri ber nama Wali'ah justru dikisahkan mengajak kaum Nabi Luth untuk berlaku maksiat saat ada lelaki tampan yang merupakan malaikat bertamu ke rumahnya. Karena itu, Nabi Luth lantas diperin tahkan oleh malaikat untuk pergi dari rumahnya pa da akhir malam.
"Pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan ja nganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka, "
Sementara, Rasulullah SAW harus mendapat tantangan dari pamannya sendiri, yakni Abu Lahab, salah satu putra Abdul Muthalib bin Ha syim, kakek Rasulullah SAW. Allah SWT me lak nat Abu Lahab atas kekejiannya kepada Ra sulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya. Abu Lahab dan istrinya dijanjikan akan masuk ke dalam neraka yang bergejolak dengan mem bawa kayu bakar.
Meski mendapat ujian begitu besar, para nabi dan rasul tetap istiqamah mengemban risalah dakwah. Mereka termasuk yang dikatakan Allah SWT dalam Alquran. "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru ke pada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?""
Tidak sembarang
Umat Rasulullah SAW kini memegang tongkat risalah dakwah. Meski tantangannya tidak 'sebrutal' apa yang dihadapi para nabi dan rasul terdahulu, para dai harus menghadapi 'musuh' yang menyerang langsung ke pemikiran dan pengetahuan manusia. Dengan segala propagandanya, musuh itu mampu membuat kita menjadi manusia imitatif sesuai dengan agenda mereka. Informasi yang masuk justru memprovokasi kita untuk berkelahi antarsesama.
Era digital kini memungkinkan saluran informasi terbuka bagi siapa saja. Dengan bekal beberapa ayat dan tampilan Islami, semua bisa berceramah dan berpidato layaknya ajengan, ustaz, dan kiai. Padahal, secara eksplisit, Allah SWT menjelaskan dalam Alquran mengenai tugas dakwah yang harus dilakukan manusia.
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang ber untung" (QS Ali Imran: 104).
Dalam Tafsir Al Misbah, Prof Quraish Shihab menjelaskan, kata minkum (di antara kamu) dalam ayat di atas dipahami para ulama dengan arti sebagian. Dengan demikian, perintah berdakwah dalam ayat ini tidak tertuju kepada setiap orang. Karena itu, bagi mereka yang menafsirkan de ngan makna tersebut, ayat ini mengandung dua macam perintah. Pertama, segenap kaum Muslimin untuk membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah. Perintah ke dua, kelompok khusus itu seyogianya bisa melaksanakan dakwah menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran.
Meski demikian, Quraish menjelaskan, ada juga ulama yang memfungsikan kata minkum dalam arti penjelasan. Karena itu, ayat ini merupakan perintah kepada setiap Muslim untuk melaksanakan tugas dakwah masing-masing sesuai kemampuannya. Menurut Quraish, jika dakwah yang di maksud adalah dakwah sempurna, tentu tidak semau orang dapat melakukannya. Di sisi lain, bu tuh kelompok khusus untuk dakwah mengingat era keterbukaan informasi seperti sekarang ini amat rentan konten-kon ten sesat yang membuat umat bingung dan ragu.
Karena itu, Quraish berpendapat, lebih tepat memahami kata minkum dalam arti sebagian kamu tanpa menutup kewajiban semua Muslim untuk saling mengingatkan. Bukankah dalam QS al-Ashr, Allah SWT berfirman jika semua manusia mengalami kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Tidak hanya itu, hadis Rasulullah SAW untuk menyampaikan walau hanya satu ayat—(Sampaikan dariku walau hanya satu ayat/HR Bukhari)—bisa tetap dijalankan sesuai dalam konteks saling menasihati antarsesama Muslim. Wallahu a'lam.