REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pertempuran antara Taliban dan pasukan perlawanan di Lembah Panjshir Afghanistan terjadi pada Sabtu (4/9). Wilayah itu menjadi tempat terakhir di Afghanistan yang bertahan melawan kelompok yang kini berkuasa di Kabul.
Juru bicara Front Perlawanan Nasional (NRF) Afghanistan mengatakan pasukan Taliban mencapai ketinggian Darband di perbatasan antara provinsi Kapisa dan Panjshir. Hanya saja, pasukan itu berhasil dipukul mundur. "Pertahanan kubu Afghanistan tidak bisa dipatahkan,” kata Fahim Dashty dalam sebuah kicauan di Twitter.
Sumber Taliban mengatakan pertempuran terus berlanjut di Panjshir tetapi kemajuan itu telah diperlambat oleh ranjau darat yang ditempatkan di jalan menuju ibu kota Bazarak dan kompleks gubernur provinsi. "Penghancuran ranjau dan penyerangan terjadi pada saat yang bersamaan," kata sumber tersebut.
Menghadapi tantangan untuk berubah dari pemberontak menjadi penguasa, Taliban tampaknya bertekad untuk memadamkan perlawanan Panjshir sebelum mengumumkan sosok yang akan memimpin negara itu. Namun, Panjshir yang bertahan selama hampir satu dekade melawan pendudukan Uni Soviet dan juga pemerintahan pertama Taliban dari 1996 hingga 2001, dengan keras kepala tetap bertahan.
Milisi dari NRF yang terdiri atas pasukan anti-Taliban dan mantan pasukan keamanan Afghanistan diketahui telah menimbun gudang senjata yang signifikan di lembah 80 km utara Kabul dan dijaga oleh ngarai sempit. Tapi, mantan Wakil Presiden Amrullah Saleh, mengakui posisi berbahaya NRF. "Situasinya sulit, kami berada di bawah invasi. Perlawanan terus berlanjut dan akan terus berlanjut," kata Saleh dalam pesan video.
Tembakan perayaan terdengar di ibu kota Kabul semalam ketika desas-desus menyebar bahwa lembah itu telah jatuh ke tangan Taliban. Rumah Sakit Darurat di Kabul mengatakan dua orang tewas dan 20 orang terluka oleh tembakan itu.