REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan tidak ada kebocoran data di aplikasi Peduli Lindungi. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid dalam keterangannya pada Ahad (5/9). menyebut banyak kerancuan informasi atau hoaks di masyarakat menyusul sejumlah kejadian berbeda yang tidak saling terkait namun berhubungan dengan aplikasi Peduli Lindungi.
Pertama, kata dia terkait penyalahgunaan data vaksinasi Presiden Joko Widodo. Dia memastikan hingga saat ini, tidak ada bukti kebocoran data pribadi di aplikasi Peduli Lindungi.
Ada pihak-pihak tertentu yang memiliki informasi NIK dan tanggal vaksinasi Covid-19 milik Presiden dan digunakan untuk mengakses sertifikat vaksinasi milik Presiden. "Jadi ini adalah penyalahgunaan identitas orang lain untuk mengakses informasi pihak yang tidak terkait. Bukan kebocoran data," kata Nadia menegaskan.
Dia pun mengimbau masyarakat untuk tetap menggunakan aplikasi Peduli Lindungi karena data pribadi seluruh masyarakat Indonesia dijamin aman sesuai undang-undang yang berlaku. Selain itu, aplikasi Peduli Lindungi juga telah melewati proses IT security assessment yang ketat oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Berikutnya, lanjut Nadia, terkait dugaan jual beli sertifikat vaksin ilegal yang terkoneksi dengan sistem PCare dan aplikasi Peduli Lindungi. Menurutnya, berdasarkan investigasi pihak Polda Metro Jaya, pelaku menyalahgunakan wewenangnya sebagai staf Tata Usaha di salah satu kantor kelurahan di Jakarta untuk mengakses ke sistem aplikasi PCare sehingga dapat membuat sertifikat vaksin dan terkoneksi dengan aplikasi Peduli Lindungi, tanpa melalui prosedur yang benar dan tanpa perlu melakukan vaksinasi.
Nadia pun kembali memastikan, kejadian ini bukanlah kebocoran data, melainkan bentuk penyalahgunaan wewenang. "Kami sangat mengapresiasi pihak Polda Metro Jaya yang telah berhasil mengungkap dan menangkap pelaku pembuat dan penjual sertifikat vaksin Covid-19 ilegal yang terkoneksi dengan Peduli Lindungi," kata Nadia.
Lebih lanjut, Nadia menjelaskan terkait Data Pengguna e-HAC. Nadia menegaskan, data masyarakat yang ada dalam sistem electronic Health Alert Card (e-HAC) tidak bocor dan dalam perlindungan. Data masyarakat yang ada di dalam e-HAC tidak mengalir ke platform mitra (pihak ketiga).
Menurutnya, informasi adanya kerentanan pada platform mitra e-HAC (pihak ketiga) atau yang dilaporkan oleh VPN Mentor dan telah diverifikasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diterima oleh Kementerian Kesehatan pada 23 Agustus 2021. Kemudian Kemenkes melakukan penelusuran dan menemukan kerentanan tersebut pada platform mitra, kemudian Kemenkes langsung melakukan tindakan dan kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan pada sistem tersebut.
"Kerentanan pada sistem e-HAC yang lama yang tidak terintegrasi dengan aplikasi Peduli Lindungi. Kemenkes telah meminta masyarakat untuk menghapus/uninstall aplikasi e-HAC dan meminta untuk menggunakan aplikasi Peduli Lindungi yang sudah mengintegrasikan e-HAC di dalamnya," kata Nadia.
Ia juga mengklarifikasi terkait kesimpangsiuran informasi terkait rencana pemerintah menutup data pejabat publik di aplikasi Peduli Lindungi. Menurutnya, yang dimaksud dengan menutup data pejabat publik bukan berarti pemerintah tidak menjaga keamanan data masyarakat yang ada di aplikasi Peduli Lindungi.
"Itu adalah dua hal yang berbeda. Tentunya, pemerintah akan senantiasa menjamin keamanan data pribadi seluruh masyarakat Indonesia sesuai undang-undang yang berlaku," ujar Nadia.