REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pendiri Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar, mengatakan pihaknya sedang dalam proses untuk membentuk pemerintah yang inklusif di Afghanistan. Baradar menambahkan Taliban ingin meningkatkan kehidupan warga Afghanistan dan menjamin keamanan.
“Saya meyakinkan orang-orang bahwa kami berusaha untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka dan bahwa pemerintah akan bertanggung jawab kepada semua orang dan memberikan keamanan. Karena itu diperlukan pembangunan ekonomi, tidak hanya di Afghanistan tetapi di seluruh dunia,” kata Baradar dilansir Aljazirah, Ahad (5/9).
Menurutnya keamanan di Afghanistan sangat diperlukan untuk memulai proyek-proyek ekonomi besar di negara itu. Jika pemerintahan Taliban mampu memberikan keamanan maka roda kemajuan ekonomi akan dimulai. “Jika kita mampu memberikan keamanan, kita akan mengatasi masalah lain, dan dari sini roda kemajuan akan dimulai,” ujar Baradar.
Pada Jumat (3/9), sumber-sumber dalam Taliban mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Baradar akan memimpin pemerintahan baru di Afghanistan. Sementara Mullah Mohammad Yaqoob, yang merupakan putra mendiang pendiri Taliban Mullah Omar, dan Sher Mohammad Abbas Stanikzai mengambil peran sebagai pemimpin senior.
Baradar menjabat sebagai wakil menteri pertahanan ketika Taliban terakhir memerintah Afghanistan antara 1996 dan 2001. Setelah jatuhnya pemerintahan Taliban itu, Baradar menjabat sebagai komandan militer senior yang bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan koalisi.
Baradar ditangkap dan dipenjara di Pakistan pada 2010. Setelah dibebaskan pada 2018, dia menjabat sebagai kepala kantor politik Taliban di Doha. Baradar menjadi salah satu tokoh paling menonjol dalam pembicaraan antara Taliban dengan Amerika Serikat (AS). Baradar menandatangani kesepakatan dengan AS di Qatar pada tahun lalu. Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah penarikan pasukan asing dari Afghanistan.
Komunitas internasional telah mendesak Taliban untuk menghormati hak-hak perempuan. Di bawah pemerintahan Taliban pada 20 tahun lalu, ruang gerak perempuan sangat dibatasi.
Kaum hawa tidak boleh sekolah dan bekerja. Mereka harus mengenakan burqa dan didampingi oleh mahram ketika keluar rumah. Hal ini menjadi perhatian khusus ketika Taliban kembali menguasai Afghanistan pada Agustus lalu.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan kepada surat kabar Italia La Repubblica bahwa Taliban akan mengizinkan perempuan untuk bekerja sebagai perawat, petugas kepolisian, atau sebagai asisten di kementerian. Pada Sabtu (4/9), perempuan Afghanistan menggelar aksi protes di Kabul. Mereka menyerukan agar dapat bekerja dan mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan. Taliban menggunakan gas air mata dan semprotan merica untuk membubarkan aksi protes.
“Kami tenang dan damai sepanjang waktu, tetapi mereka menghentikan kami dengan cara apa pun,” ujar seorang peserta aksi protes Razia Barakzai yang berusia 26 tahun.