Ahad 05 Sep 2021 15:13 WIB

AJI Desak Jokowi Koreksi Keputusan Pemecatan 57 Pegawai KPK

Polemik TWK jadi momentum Jokowi tunjukkan komitmen pada pemberantasan korupsi.

Presiden Joko Widodo.
Foto: ANTARA/Biro Pers dan Media Setpres
Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Ahad (4/9), mengatakan tiga desakan kepada presiden.

Pertama, yakni Presiden Jokowi harus berpegang teguh pada komitmen awal dan membuktikannya dengan sikap konkret menengahi polemik TWK pegawai KPK. Presiden Jokowi juga harus mengikuti rekomendasi Komnas HAM berupa tindakan korektif untuk mengangkat seluruh pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK.

Baca Juga

Presiden Jokowi harus memerintahkan KPK untuk mengikuti rekomendasi Komnas HAM dan melaksanakan tindakan korektif yang diminta Ombudsman. "Kami tak ingin ada sikap plin-plan, membuat publik kian tak percaya dengan janji pejabat negara," kata Sasmito.

Sasmito menyatakan revisi Undang-Undang KPK tentu bukan keputusan yang akan dilupakan. Sehingga, jika tetap pula membiarkan pegawai KPK berintegritas disingkirkan, lengkap sudah rekam jejak kepemimpinan yang membuat pemberantasan korupsi di Indonesia runtuh.

Sebelumnya, lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman menemukan ada cacat administrasi berlapis, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan dalam proses pembentukan kebijakan, pelaksanaan TWK, serta penetapan hasil. Temuan dan pendapat Ombudsman RI merupakan pendapat hukum yang teruji, karena itu harus dipatuhi oleh lembaga pelayanan publik terlapor, yaitu KPK.

Sedangkan, Komnas HAM mendapati proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui asesmen TWK diduga kuat merupakan bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu. Indikasi itu ditunjukkan di antaranya dengan adanya profiling lapangan terhadap sejumlah pegawai KPK.

Laporan setebal lebih dari 300 halaman itu, juga membeberkan temuan 11 bentuk dugaan pelanggaran HAM di antaranya pelanggaran terhadap hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi ras dan etnis, hak atas rasa aman, hak atas privasi, hak atas informasi publik dan, hak atas kebebasan berpendapat. Atas rentetan temuan itu, seharusnya tak ada lagi alasan bagi KPK untuk tidak mengangkat 75 (yang kemudian 50-an di antaranya dicap merah) pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara.

"Ketika hak asasi manusia disepelekan, hukum direndahkan dan ketidakadilan didiamkan, maka orang-orang patut bicara. Apalagi, mereka yang memiliki otoritas tertinggi," kata Sasmito menegaskan.

Selain itu, Presiden Jokowi sebagai atasan, harus mengambil alih dan mengoreksi keputusan KPK. Ini momentum bagi Jokowi untuk membuktikan sikap konkret dukungan terhadap pemberantasan korupsi, dan menegaskan ketidaksetujuan TWK dijadikan 'alat' untuk mendepak pegawai yang justru berintegritas seperti yang pernah disampaikannya pada 17 Mei 2021.

Menurut Sasmito, Presiden Jokowi pernah menyatakan hasil TWK terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi langkah-langkah perbaikan KPK, baik individu maupun institusi, dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes.

"Jika Jokowi tak segera mengambil sikap, rasanya pantas jika publik terus-menerus curiga dan mempertanyakan keseriusan ucapan Kepala Kegara," kata Sasmito pula.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement