REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang tersangka dugaan rasuah di Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak, Dadan Ramdani (DR). Perpanjangan masa penahanan dilakukan lantaran KPK masih membutuhkan waktu untuk merampungkan berkas perkara.
"Tim penyidik memperpanjang masa penahanan tersangka DR selama 40 hari," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Senin (6/9).
Dia menjelaskan, perpanjangan masa penahanan kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak itu dilakukan mulai (2/9) hingga Senin (11/10) mendatang. Dadan akan ditempatkan di Rutan KPK Kavling C1.
"Proses penyelesaian berkas perkara masih terus dilakukan dengan agenda pemanggilan saksi-saksi," katanya.
Sementara hari ini, lembaga antirasuah itu memeriksa tiga saksi terkait dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di Ditjen pajak. Ketiga saksi berasal dari pihak swasta. "Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DR," kata Ali lagi.
Adapun, ketiga saksi itu adalah Rianhur Sinurat, Nugraha Ronaldo dan seorang perwakilan dari PT. Binavalasindo Dolarasia. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan, enam tersangka terkait kasus suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak kementerian keuangan. Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK mendapatkan informasi dan data serta ditemukan bukti permulaan yang cukup.
KPK menersangkakan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019, Angin Prayitno Aji; Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Dadan Ramdani (DR) tiga orang Konsultan Pajak yakni Ryan Ahmad Ronas (RAR) Aulia Imran Maghribi (AIM) dan Agus Susetyo (AS) serta kuasa wajib pajak Veronika Lindawati (VL).
Perkara bermula saat AP dan DR diduga menyetujui, memerintahkan dan mengakomodir jumlah kewajiban pembayaran pajak yang disesuaikan dengan keinginan dari wajib pajak atau pihak yang mewakili wajib pajak. Dia mengatakan, pemeriksaan perpajakan juga tidak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Selanjutnya, AP bersama DR diduga melakukan pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak, yaitu PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016, PT Bank Panin Indonesia (BPI) untuk tahun pajak 2016 dan PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Terkait hasil pemeriksaan pajak untuk tiga wajib pajak dimaksud, AP bersama-sama dengan DR diduga telah menerima sejumlah uang. Aliran dana tersebut mereka terima Rp 15 miliar diserahkan oleh RAR dan AIM sebagai perwakilan PT GMP pada Januari-Februari 2018.
Pembayaran selanjutnya dilakukan pada pertengahan 2018 sebesar 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan oleh VL sebagai perwakilan PT Bank Panin dari total komitmen sebesar Rp 25 Miliar. Kurun waktu bulan Juli-September 2019 sebesar total 3 juta dolar Singapura diserahkan oleh AS sebagai perwakilan PT JB.
Tersangka APA diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.