Senin 06 Sep 2021 14:14 WIB

Mantan Marinir AS Diduga Tembak Mati Empat Warga

Saat perang Irak dan Afghanistan, Riley bekerja sebagai pengawal dan penjaga keamanan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Ilustrasi penembakan.
Foto: Pixabay
Ilustrasi penembakan.

REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA - Veteran perang Amerika Serikat (AS) di Irak dan Afghanistan, Bryan Riley, telah menembak mati empat orang di Florida pada Ahad (5/9) pagi waktu setempat. Korban penembakan termasuk seorang ibu dan bayi laki-lakinya yang berusia tiga bulan.

Polisi menduga keras Riley melakukan penembakan yang juga melukai seorang gadis berusia 11 tahun dalam baku tembak di Lakeland, Tampa, Florida. Gadis itu kini tengah menjalani operasi untuk tujuh luka tembak.

Baca Juga

Menurut sheriff county, Polk Grady Judd, Riley sempat terlibat baku tembak dengan polisi sebelum menyerah. Dia dirawat di rumah sakit karena luka tembaknya sendiri. Ketika sedang dirawat dia mencoba mengambil senjata polisi.

Polisi menceritakan kronologi awal tentang penembakan yang terjadi. Pertama kali, penembak yang diduga Riley muncul secara acak di rumah tempat penembakan terjadi pada Sabtu (4/8) malam. Dia membuat pernyataan yang tidak masuk akal tapi langsung pergi saat polisi merespons.

Dia kemudian kembali lagi pada Ahad (5/9) pagi ke rumah tersebut dan langsung menembak mati seorang pria berusia 40 tahun, ibu berusia 33 tahun, dan bayi laki-lakinya. Di rumah sebelahnya, dia juga membunuh ibu wanita berusia 62 tahun. "Selain itu, jika dia tidak cukup jahat, dia menembak dan membunuh anjing keluarga itu," kata Judd seperti dikutip The Guardian, Senin (6/9)

Deputi menanggapi laporan dua tembakan tembakan otomatis tiba untuk menemukan tersangka tidak bersenjata di luar, mengenakan kamuflase dan pelindung tubuh. Riley kemudian kembali ke dalam dan polisi mendengar tembakan lain, dan seorang wanita berteriak dan bayi merengek.

Baku tembak terjadi sebelum dia keluar tanpa senjata dan ditangkap. "Akan lebih baik jika dia keluar dengan pistol. Kami akan sering menembaknya. Namun dia tidak melakukannya karena dia pengecut," kata Judd. "Ketika seseorang memilih untuk menyerah, kami menahan mereka dengan damai," ujarnya menambahkan.

Saat perang Irak dan Afghanistan, Riley bekerja sebagai pengawal dan penjaga keamanan. Kekasihnya mengatakan kepada penyelidik Riley menderita gangguan stres pasca-trauma dan kadang-kadang depresi. Sekitar sepekan lalu, kesehatan mentalnya memburuk. Dia bercerita ke kekasihnya bahwa dirinya mulai berbicara dengan Tuhan.

"Dia berkata pada satu titik kepada detektif kami: Mereka memohon untuk hidup mereka dan saya tetap membunuh mereka," kata Judd. Riley juga mengatakan kepada deputi sheriff bahwa dia diduga kecanduan metamfetamin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement