REPUBLIKA.CO.ID, CONAKRY - Militer Guinea mengeklaim telah mengambil alih kekuasaan pemerintah dan konstitusinya, Ahad (5/9) waktu setempat. Kudeta ini terjadi setelah muncul amendemen konstitusi pada 2020 yang memungkinkan presiden menjabat tiga periode.
Pada Oktober tahun lalu, Conde memenangkan masa jabatan ketiga setelah mengubah konstitusi tersebut. Alhasil, demonstrasi jalanan yang penuh kekerasan pecah. Oposisi mengatakan puluhan orang tewas selama krisis tahun lalu.
Kepala Unit Elite Tentara Mamady Doumbouya mengatakan kemiskinan dan korupsi endemik telah mendorong pasukannya untuk mencopot Presiden Alpha Conde dari jabatannya. "Kami telah membubarkan pemerintah dan institusi," ujar Doumbouya di televisi pemerintah dilatari bendera nasional Guinea dan didampingi delapan tentara bersenjata pada Ahad. "Kita akan menulis ulang konstitusi bersama," ujarnya menambahkan.
Sebelum pengumuman televisi Doumbouya, tembakan meletus di dekat istana presiden di ibu kota, Conakry, pada Ahad (5/9) pagi waktu setempat. Beberapa jam kemudian, video yang dibagikan di media sosial menunjukkan Conde berada di sebuah ruangan yang dikelilingi oleh pasukan khusus tentara.
Sumber-sumber militer mengatakan presiden dibawa ke sebuah lokasi yang dirahasiakan. Pasukan yang dikomandani oleh Doumbouya juga telah melakukan beberapa penangkapan lainnya. Mereka termasuk pejabat senior pemerintah.
Militer juga mengeklaim bahwa Conde baik-baik saja dan kesejahteraannya dijamin hingga diberikan akses kepada dokternya. Awalnya Kementerian Pertahanan mengeklaim serangan itu telah dihalau oleh pasukan keamanan. Namun ketidakpastian tumbuh ketika tidak ada tanda-tanda Conde di televisi atau radio pemerintah.