REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta semua pihak melapor kepada lembaga antirasuah apabila mengetahui posisi Harun Masiku. KPK mengaku, telah bekerja serius dalam mencari keberadaan tersangka buron tersebut.
"Kami minta kepada pihak manapun yang betul-betul tahu keberadaannya saat ini, untuk segera lapor kepada KPK maupun aparat penegak hukum lain, supaya segera ditindaklanjuti," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Senin (6/9).
Ali mengatakan, KPK masih terus bekerja serius hingga meminta bantuan ke berbagai institusi di dalam maupun luar negeri untuk mempercepat pencarian Harun Masiku. Dia meminta, agar siapapun tidak meniupkan isu yang berpotensi jadi polemik dan kontraproduktif dalam upaya penangkapan DPO dimaksud.
Hal tersebut disampaikan lembaga antirasuah itu guna merespon pernyataan penyidik KPK nonaktif, Ronald Sinyal. Dia mengaku, mendapatkan informasi posisi Harun Masiku tengah berada di Indonesia hingga Agustus lalu.
"Info yang saya punya Agustus kemarin masih di Indonesia," katanya.
Meski demikian, dia tidak bisa melanjutkan pencarian karena saat ini berstatus nonaktif. Hal tersebut menyusul Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 tahun 2021 perihal tindak lanjut bagi pegawai yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Sebelumnya, Deputi Penindakan KPK dan Eksekusi KPK, Karyoto mengungkapkan, kendala untuk menangkap Masiku. Dia menyalahkan pandemi Covid-19 atas kesulitan melacak keberadaan tersangka buron yang dia ketahui berada di luar negeri tersebut.
"Hanya saja karena tempatnya bukan di dalam (negeri), kami mau ke sana juga bingung. Pandemi sudah berapa tahun," kata Karyoto.
Seperti diketahui, Harun Masiku dimasukan ke dalam daftar buronan oleh KPK pada 17 Januari 2020 lalu. Namun hingga saat ini, KPK maupun aparat penegak hukum lain belum dapat menemukan keberadaannya.
Harun merupakan tersangka kasus suap paruh antar waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024. Status itu dia sandang bersamaan dengan tiga tersangka lain yakni mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota bawaslu Agustiani Tio Fridelia dan pihak swasta Saeful.
Wahyu disebut-sebut telah menerima suap Rp 900 juta guna meloloskan caleg PDIP Harun Masiku sebagai anggota dewan menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.