REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keluar dari penjara kembali mengundang kontroversi. Begitulah yang terjadi pada mantan narapidana pencabulan anak, Saipul Jamil.
Bagaikan idola yang masuk bui karena kesalahanpahaman, Saipul keluar penjara disambut dengan meriah. Kalung bunga di leher dengan arak-arakan ramai. Berbagai stasiun televisi meliputnya, dan undangan tampil di berbagai acara pun diraupnya dalam sekejap.
Tentunya hal ini membuat banyak pihak geram. Petisi untuk memboikot Saipul Jamil dari pertelevisian kini telah ditandatangani lebih dari 300 ribu orang.
Raungan marah masyarakat akhirnya mencapai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang memperingatkan 18 stasiun televisi untuk tidak melakukan glorifikasi atas perbuatan asusila semacam itu.
"Agar tidak terulang di kemudian hari, kami berharap muatan terkait hal-hal seperti, penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba, dan tindak melanggar hukum lainnya yang dialami oleh artis atau publik figur dapat disampaikan secara berhati-hati dan diorientasikan kepada edukasi publik agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani tidak dipersepsikan sebagai risiko biasa," kata Ketua KPI Pusat Agung Suprio.
Sosiolog Musni Umar menilai bahwa sebagai seseorang yang telah menjalani hukumannya, masyarakat harus memandang bahwa mantan narapidana telah terbina dengan baik di Lembaga Permasyarakatan dan telah bertaubat.
Akan tetapi, apa yang dilakukan pihak Saipul Jamil dan berbagai stasiun televisi menunjukkan ketidakempatian mereka terhadap korban kekerasan seksual anak.
"Kadang-kadang masyarakat kita itu tidak bisa berempati pada perasaan orang lain. Kalau keluar biasa saja, tentu tidak apa-apa, seperti ini ya tentunya banyak dikecam," ujar Musni kepada Republika.co.id, Senin (6/9).
Selebrasi pembebasan Saipul Jamil ini akan menjadi hal yang memberatkan untuk mantan napi ini, karena masyarakat kini kembali mengingat-ingat kesalahannya yang mungkin telah dilupakan sebelumnya.