REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Badui penduduk asli Arab Saudi tidak terkontaminasi oleh perubahan zaman dan kemajuan kehidupan di kota. Goustav le Bin menegaskan bahwa badui Arab sangat mematangkan bercocok tanam.
"Terutama menanam gandum atau kayu yang berbuah," tulis Prof Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Prakenabian Hingga Islam di Nusantara.
Arab Badui pantang pula membuat rumah, karena mereka memandang kebiasaan seperti ini akan mengkukung kebebasan mereka. Oleh karena mereka tidak mau mencari kehidupan yang tetap.
"Dari karakter itu timbulah satu tabiat yaitu menyerang," katanya.
Prof Hamka mengatakan, mereka menyerang bangsa yang telah maju di kota. Orang-orang kota pun takut kepada mereka.
Pada zaman Syarif Husin memerintah di Makkah jalan antara Makkah dan Madinah tidaklah aman sentosa karena selalu ada serangan dari orang Badui. Menurut pandangan orang kota yang telah maju bahwa orang Badui itu perampok.
"Tetapi bagi orang badaui itu adalah mata pencaharian mereka," katanya.
Oleh sebab itu Goustav le Bon dalam kitab tarikh "Tarikh Tamadun Arab" menyebutkan bahwa perampasan Badui terhadap kabilah yang melintas, tidak ubahnya seperti serangan bangsa Eropa ke negeri-negeri yang ditaklukan. Tujuannya bermaksud untuk mengambil hasil.
"Perbedaannya hanya sedikit, yakni jika orang Badui menyerang bangsa yang lebih maju sedangkan orang Eropa menyerang bangsa yang masih Badui (terbelakang)," katanya.
Kehidupan seperti itu, membuat mereka tidak takut mati sehingga menyerang menjadi sebuah kesenangan masyarakat Badui. Dan kesenangan ini tidak ada kecuali di masyarakat badui Arab Saudi.