Senin 06 Sep 2021 22:22 WIB

Muncul Seruan Boikot Fit and Proper Test Calon Anggota BPK

Ft and proper test melanggar UU Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) menyatakan sikap menolak fit and proper test calon anggota BPK karena ada yang tidak memenuhi syarat.
Foto: dok. KMI
Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) menyatakan sikap menolak fit and proper test calon anggota BPK karena ada yang tidak memenuhi syarat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) menyayangkan sikap sebagian besar fraksi Komisi XI yang tetap mengakomodir calon anggota BPK yang tidak memenuhi syarat. KMI menyerukan boikot atas fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK.

Dalam internal Komisi XI Senin siang (6/9), diambil keputusan melalui pandangan fraksi-fraksi yaitu meloloskan nama Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana dalam agenda fit and proper test. Adapun fit and propert test akan dilaksanakan 7 dan 8 September. 

Koordinator KMI Abraham menyampaikan Komisi XI DPR RI terlalu mengambil langkah yang sangat berisiko karena tetap mengakomodir Nyoman Adhi dan Harry Z Soeratin. Dia menegaskan hal itu terang sekali terjadi pelanggaran UU Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK. "Ini artinya pembuat konstitusi melanggar konstitusi itu sendiri. Kacau Republik ini," kata Abraham dalam keterangan pers, Senin (6/9). 

KMI mengecam tindakan sebagian besar fraksi di Komisi XI yang menginjak UU ini. Abraham menyebut dirinya mendapat informasi bahwa  7 Fraksi itu ialah Fraksi PDIP, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi Nasdem, Fraksi PKS dan Fraksi PAN.

"Ini pemilihan Anggota BPK yang terburuk dan legacy negatif sepanjang sejarah, karena mereka berani terang-terangan melanggar aturan dan UU yang ada terkait seleksi pemilihan Anggota BPK. Hal ini harus dilawan," ujar Abraham.

KMO mencatat ada keanehan yang luar biasa terjadi dalam seleksi Anggota BPK kali ini. Pertama, Komisi XI tidak mengindahkan fatwa MA yang pada awalnya di minta oleh Komisi XI sendiri. Dalam fatwa tersebut termaktub bahwa calon Anggota BPK harus memenuhi syarat sebagaimana dalam ketentuan UU No.15/2006 tentang BPK. Kedua, para tokoh dan ahli hukum banyak memberi pandangan bahwa calon yang tidak memenuhi syarat (TMS) harus di diskualifikasi. 

Ketiga, Komisi XI tidak menghormati pandangan DPD RI yang menyatakan bahwa ada dua nama yang tidak memenuhi syarat (TMS). Dan suara publik pun tidak di hiraukan oleh mereka. Dengan adanya manuver meloloskan calon bermasalah, KMI menyarankan kepada calon Anggota BPK lainnya untuk melakukan boikot terhadap pelaksanaan fit and proper test di Komisi XI. Opsi boikot memang terkesan ekstrim, tetapi sesungguhnya menjadi opsi yang cukup realistis.

"Di tengah permainan pelanggaran terhadap ketentuan UU yang dilakukan Komisi XI, kami menyarankan agar peserta lainnya untuk memboikot fit and proper test. Jika mereka ikut serta dalam uji kelayakan, justru dikhawatirkan akan memperkuat pelanggaran ketentuan yang dilakukan oleh komisi keuangan DPR," imbau Abraham.

Diketahui berdasarkan Pasal 13 Huruf J Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan, untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, salah satu syaratnya calon anggota BPK harus paling singkat telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.

Sementara itu, berdasarkan materi hasil kajian Badan Keahlian DPR RI dijelaskan bahwa Nyoman Adhi Suryadnyana pada 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019 masih menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III). Sedangkan Harry Z. Soeratin pada Juli 2020 lalu dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement