REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Harga emas melemah pada akhir perdagangan Senin (6/9) tertekan oleh dolar yang lebih kuat. Akan tetapi, spekulasi baru bahwa Federal Reserve AS mungkin akan memperlambat langkah-langkah dukungan ekonomi yang didorong oleh pandemi membuat emas bertahan dekat level tertinggi 2,5 bulan.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange, merosot 8,20 dolar AS atau 0,45 persen, menjadi menetap pada 1,825,50 dolar AS per ons. Namun, perdagangan kurang bergairah karena libur Hari Buruh AS pada hari Senin (6/9).
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, menguat 0,20 persen pada 92,2194. Ini membuat emas kurang menarik bagi bagi mereka yang memegang mata uang lainnya.
Data Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan pada Jumat (3/9) bahwa angka penggajian (payrolls) nonpertanian meningkat 235.000 pekerjaan bulan lalu, jauh di bawah ekspektasi para ekonom untuk kenaikan 728.000 pekerjaan. "Setelah data tenaga kerja mengecewakan pasar, investor melihat lebih sedikit tekanan pada Jerome Powell untuk mulai melakukan tapering (pengurangan pembelian obligasi)," kata Carlo Alberto De Casa, analis pasar di Kinesis.
"Tapering dapat dimulai mungkin hanya pada Desember dan ini adalah elemen pendukung untuk harga emas," kata De Casa. Ia menambahkan emas akan tetap di atas 1.800 dolar AS dalam waktu dekat.
Ketua Fed Powell mengisyaratkan bulan lalu bahwa pemulihan pekerjaan yang kuat adalah prasyarat bagi bank sentral untuk mulai mengurangi pembelian asetnya. Beberapa investor memandang emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi yang mungkin mengikuti langkah-langkah stimulus, sementara suku bunga yang lebih rendah mengurangi peluang kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.