Mahasiswa UB Manfaatkan Limbah Agar-Agar Jadi Bahan Pembalut
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) memanfaatkan limbah agar-agar menjadi bahan pembalut. | Foto: dok. Humas UB
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (FPIK UB) membuat inti penyerap pembalut wanita yang berasal dari limbah agar-agar. Pemilihan bahan ini untuk mencegah terjadinya kanker servik akibat bahan pembalut yang berbahaya.
Perwakilan tim, Galuh Zhafirah Gafnie menjelaskan, limbah agar-agar memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Jumlahnya berkisar antara 27,38 persen sampai 39,45 persen.
Kandungan selulosa pada limbah agar-agar akan diubah menjadi hydrogel. Bahan ini nantinya akan dicampurkan dengan kitosan. "Kitosan sendiri memiliki sifat sebagai antibakteri yang tidak berbau dan tidak berbahaya bagi tubuh," ucap Galuh.
Galuh mengklaim, inti penyerap pembalutnya memiliki sifat yang ramah lingkungan. Hal ini karena dibuat dari pemanfaatan limbah hasil produksi agar-agar dan limbah karapas (kulit) udang. Bahan-bahan ini dianggap akan lebih mudah didegradasi oleh bakteri pengurai.
Selain itu, inti penyerap ini juga aman bagi pengguna karena terkandung kitosan di dalamnya,” jelasnya.
Galuh berharap penelitian yang dilakukan dapat menjadi solusi atas keresahan yang terjadi di masyarakat. Seperti yang sudah diketahui, perempuan akan mengalami siklus bulanan secara alami yang biasa disebut dengan mestruasi. Pada periode tersebut, pembalut masih menjadi kebutuhan utama seluruh perempuan.
Di sisi lain, Galuh tak menampik sudah ada beberapa alternatif lainnya seperti menstrual cup dan pembalut kain. Namun mayoritas wanita terutama di Indonesia masih banyak menggunakan pembalut pada saat menstruasi.
Penggunaan bahan sintetis pada pembalut seperti dioxin, pewangi dan pemutih memiliki efek samping yang kurang baik bagi kesehatan tubuh. Salah satuya adalah kanker serviks. Berdasarkan data dan informasi Kemenkes pada 2015, jumlah penderita penyakit kanker serviks di Indonesia mencapai 98.692 kasus, yang sebagian besar masih termasuk dalam usia subur.