REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) meminta warga Muslim mengedepankan kesantunan dalam menyikapi masalah jamaah Ahmadiyah. Hal itu menyusul perusakan tempat ibadah jamaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalbar pada Jumat (3/9).
Terkait kasus 3 September 2021 di Sintang, MUI mengajak umat Islam dalam menghadapi Ahmadiyah secara santun, tidak anarkistis, dan tidak dengan kekerasan," kataKetua MUI Kalbar M Basri Har di Kota Pontianak, Selasa (7/9).
Basri meminta pemimpin MUI tingkat kabupaten dan kota di Kalbar mencermati perkembangan situasi setelah perusakan tempat ibadah jamaah Ahmadiyah di Sintang, serta menenangkan warga Muslim di wilayah masing-masing. "Agar tidak terpancing dan terprovokasi," kata Basri.
Dia juga meminta semua pihak menahan diri supaya tidak memperkeruh suasana dan menyerahkan penanganan perkara perusakan tempat ibadah jamaah Ahmadiyah kepada aparat penegak hukum. "Persoalan Ahmadiyah dan kerusuhan kita percayakan kepada pemerintah dan penegak hukum. Insya Allah, Allah bersama kita," kata Basri.
Menurut Basri, MUI sudah menyampaikan fatwa mengenai aliranAhmadiyah, yakni bahwa aliran itu berada di luar Islam. Menurut fatwa MUI, sambung dia, warga Muslim yang mengikuti aliran itu telah keluar dari Islam, dan meminta mereka yang terlanjur mengikutinya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq.
Selain itu, Basri melanjutkan, dalam fatwanya, MUI menyatakan pemerintah berkewajiban melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.