Selasa 07 Sep 2021 16:56 WIB

PLN Produksi Listrik 85.015 MWh dari Co-firing 18 PLTU

Co-firing merupakan salah satu program strategis PLN dalam meningkatkan bauran energi

 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) telah memproduksi energi listrik sebesar 85.015 megawatt per hours (MWh), (ilustrasi).
Foto: dok. Istimewa
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) telah memproduksi energi listrik sebesar 85.015 megawatt per hours (MWh), (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) telah memproduksi energi listrik sebesar 85.015 megawatt per hours (MWh) atau setara 291,1 MW dari mengimplementasikan co-firing di 18 lokasi PLTU hingga Juli 2021.

Program co-firing merupakan salah satu program strategis PLN dalam meningkatkan bauran energi baru terbarukan 23 persen pada 2025, melalui pemanfaatan biomassa hutan tanaman energi, pelet sampah, dan limbah perkebunan atau pertanian sebagai subtitusi sebagian bahan bakar batu bara di PLTU. Implementasi co-firing, juga menjadi upaya PLN melakukan transformasi dengan mendorong penggunaan energi rendah karbon yang ramah lingkungan.

Baca Juga

Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengatakan, PLN serius mendukung program pemerintah dalam percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menuju target 23 persen pada 2025. "Sejak 2020 sudah dilakukan implementasi di 18 lokasi PLTU di mana 6 lokasi sudah diimplementasikan sejak 2020 dan tambahan 12 lokasi sudah dilakukan pada tahun ini. Produksi energi biomassa hingga Juli 2021 sebesar 85.015 MWh dan pemakaian biomassa sebanyak 95.589 ton," ujarnya.

Implementasi co-firing, lanjut Agung, akan dilakukan di pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga mendorong efisiensi dari operasional pembangkit. Adapun, daya pembangkit co-firing di 52 lokasi PLTU setara dengan 2.000 megawatt (MW).

Agung pun mencontohkan, implementasi co-firing di beberapa pembangkit sudah tampak mereduksi emisi karbon di pembangkit batu bara. Misalnya, PLTU Sanggau, mereduksi emisi karbon sebesar 9,5 persen dari yang sebelumnya 10,2 persen. Selain itu, PLTU Belitung yang sebelumnya mereduksi emisi karbon sebesar 19,1 persen menjadi 17,9 persen.

Selain dua PLTU tersebut, PLN juga mengembangkan co-firing di beberapa PLTU, seperti PLTU Paiton berkapasitas 2×400 MW menggunakan olahan serbuk kayu, PLTU Ketapang berkapasitas 2×10 MW dan PLTU Tembilahan berkapasitas 2×7 MW menggunakan olahan cangkang sawit.

Untuk menyukseskan co-firing, PLN memerlukan sinergi dengan BUMN dan pemasok lainnya. Saat ini, perseroan telah bersinergi dengan Perum Perhutani, PT Perkebunan Nusantara, dan PT Sang Hyang Seri (Persero).

Kerja sama dengan perusahaan-perusahaan tersebut meliputi kolaborasi dalam rangka penyedia biomassa baik hutan tanaman energi maupun pelet sampah, guna menjamin kesiapan rantai pasok serta kesediaan biomassa jangka panjang. Selain itu, PLN juga mendorong kemungkinan berdirinya industri biomassa melalui pengembangan hutan tanaman energi termasuk pemanfaatan lahan kering, serta pemanfaatan sampah.

"Untuk memenuhi pasokan biomassa, PLN telah berkoordinasi dengan BUMN, Pemda, dan swasta untuk memastikan kesiapan rantai pasokan biomassa dan kesiapan terkain volume dan harga," ujarnya.

Sementara itu, PLN optimistis produksi penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti batu bara (co-firing) di 52 PLTU dapat mencapai 10.601 GWh pada 2025. Tak hanya berkontribusi besar terhadap peningkatan bauran energi baru terbarukan, program co-firing PLTU juga turut membangun ekosistem listrik kerakyatan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement