REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut sebanyak 239 anggota DPR RI belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagaimana data per 6 September 2021. Kepatuhan anggota DPR terhadap aturan dinilai sangat penting.
"Ketaatan dan kepatuhan pembuatan laporan harta kekayaan penyelenggara negara masih menjadi perhatian kita yang serius karena tercatat pada tanggal 6 September 2021, anggota DPR RI dari kewajiban laporan 569, sudah melaporkan diri 330 dan belum melaporkan 239 atau tingkat persentase laporan baru 58 persen," kata Firli, saat memberikan sambutan dalam webinar "Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu & Akurat" yang disiarkan melalui kanal Youtube KPK, Selasa (7/9).
Firli pun mengingatkan kepada penyelenggara negara yang belum menyerahkan LHKPN untuk segera melapor. Menurutnya, kepatuhan LHKPN bagi penyelenggara negara juga bertujuan sebagai langkah awal pencegahan korupsi.
"Kami sungguh mengajak rekan-rekan penyelenggara negara untuk membuat dan melaporkan harta kekayaannya. Kenapa? Karena tujuannya, satu mengendalikan diri supaya tidak melakukan praktik-praktik korupsi. Yang kedua adalah sebagai pertanggungjawaban publik kepada rakyat yang memilih kita. Yang ketiga adalah kita tunjukkan kita sebagai warga negara, anak bangsa yang memiliki komitmen untuk melakukan pemberantasan dan tidak ramah dengan praktik korupsi, kolusi maupun nepotisme," tuturnya.
Sebelumnya, berdasarkan data KPK per semester I tahun 2021, tingkat kepatuhan LHKPN khususnya bidang legislatif di tingkat pusat terjadi penurunan kepatuhan. Yaitu menjadi sekitar 55 persen dari sebelumnya pada periode yang sama tercatat 74 persen.
Selain itu, meskipun secara nasional dari seluruh bidang eksekutif, legislatif, yudikatif, dan BUMN/D terjadi peningkatan kepatuhan LHKPN dari 95 persen menjadi 96 persen, KPK masih mendapati banyak laporan kekayaan yang disampaikan tidak akurat. Diketahui, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) mewajibkan penyelenggara negara untuk bersedia melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat, juga diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat.
Penyelenggara negara yang melanggar ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 7 ayat 1 (a), KPK berwenang melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN.