REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Provinsi Jawa Barat temui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Dalam rangka berkonsultasi mengenai penggunaan teknologi pengelohan sampah pada TPPAS Regional Legok Nangka. Dalam kesempatan tersebut Anggota Pansus II DPRD Provinsi Jawa Barat Asep Arwin Kotsara mengatakan, setelah pihaknya berkonsultasi dengan Dirjen EBTKE didapatkan bahwa dalam pemerosesan dan pengelolaan sampah di TPPAS Regional Legoknangka harus menggunakan teknologi Waste To Electricity.
Penggunaan teknologi pun, sesuai dengan yang tertera pada dokumen Final Business Case (FBC) Proyek TPPAS Legoknangka. "Pengolahan dan pemerosesan sampah di TPPAS Legoknangka harus menggunakan teknologi Waste To Electricity sesuai dengan dokumen FBC.” ucap Asep dalam siaran pers yang diterima Republika belum lama ini.
Asep menambahkan, dalam Perpres Nomor 35 Tahun 2018, bahwa PLN akan membeli produksi listirk dari TPPAS yang salah satunya yaitu Legok Nangka dengan 1 Kwh nya adalah 13,35 cent dolar. “Sesuai dengan aturan Perpres nomor 35 tahun 2018, PLN akan membeli produksi listrik dengan 1 Kwhnya 13,35 cent dolar, walaupun PLN telah menyampaikan bahwa dengan produksi listrik solar shell itu sekitar 5,8 cent dolar per Kwh,” ujar Asep.
Asep menyatakan, meskipun penggunaan teknologi Waste To Electricity membutuhkan biaya besar dan selisih angka produksi yang jauh hal tersebut tidak akan mempengaruhi berkurangnya keuntungan pihak PLN. “Walaupun dengan teknologi Waste To Electricity yang mahal dan juga selisih angka produksi yang jauh, pemerintah memberikan solusi bahwa PLN tidak akan rugi karena selisih tersebut akan dibebankan ke APBN Negara,” kata Asep.
Sesuai dengan Perpres Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, TPPAS Regional Legok Nangka merupakan satu dari 12 lokasi, yang akan dilakukan percepatan pembangunan instalasi PLTSa.