REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Amnesti Internasional pada Selasa (7/9) mengatakan pengungsi Suriah yang telah kembali ke rumah mereka menjadi sasaran penyiksaan, penahanan, dan penghilangan oleh pasukan keamanan. Amnesti Internasional mendesak pemerintah untuk melindungi mereka dari deportasi dan pemulangan paksa.
Dalam sebuah laporan berjudul You're Going to Your Death, Amnesti Internasional mendokumentasikan pelanggaran oleh petugas intelijen terhadap 66 pengungsi yang kembali ke Suriah, termasuk 13 anak-anak. Laporan itu juga menyebutkan lima kematian dalam tahanan. Laporan itu muncul sebagai tekanan pada beberapa negara Barat yang memulangkan kembali para pengungsi Suriah.
"Setiap pemerintah yang mengklaim Suriah sekarang aman dengan sengaja mengabaikan kenyataan mengerikan di lapangan dan membuat para pengungsi takut kehilangan nyawa mereka,” bunyi laporan itu.
Amnesti Internasional mendesak pemerintah Eropa, Turki, Yordania, dan Lebanon untuk menghentikan praktik apa pun yang memaksa pengungsi Suriah untuk pulang. “Permusuhan militer mungkin telah mereda, tetapi kecenderungan pemerintah Suriah untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan belum selesai,” kata Amnesti Internasional.
Dewan Eropa dan Parlemen Eropa telah mengeluarkan deklarasi yang mengatakan pemulangan pengungsi Suriah berlangsung dengan aman dan sukarela. Bdan pengungsi PBB, UNHCR, telah meminta negara-negara untuk tidak secara paksa memulangkan warga negara Suriah ke wilayah mana pun, bahkan daerah-daerah yang dikendalikan oleh pemerintah, seperti wilayah ibu kota.
Suriah telah membantah bahwa para pengungsi menghadapi penyiksaan dan pembalasan. Presiden Suriah, Bashar al-Assad, menuturkan jutaan pengungsi dipaksa untuk tinggal di negara tuan rumah dengan tekanan atau intimidasi. Dia menambahkan negara tuan rumah membujuk mereka secara finansial.
Assad telah menghancurkan pemberontakan terhadapnya untuk mendapatkan kembali kendali atas 70 persen negara. Dia mengamankan masa jabatan keempat dalam pemilihan Mei lalu.
Konflik Suriah dimulai pada 2011 sebagai protes terhadap pemerintahan Assad. Aksi protes kemudian berubah menjadi konflik multi-sisi yang menewaskan ratusan ribu orang. Jutaan warga Suriah telah mengungsi ke sejumlah negara.