REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sebuah fatwa dari seorang ulama senior Mesir memicu perdebatan publik baru-baru ini. Ia mengizinkan perbaikan atau rekonstruksi selaput dara. Kepala Departemen Penelitian Syariah dan Sekjen Fatwa di DaruI Ifta, Ahmed Mamdouh berpendapat perbaikan selaput dara diperlukan dan legal dalam beberapa kasus.
Misalnya, ketika seorang gadis diperkosa atau dipaksa dan ingin bertaubat atau membuka lembaran baru. Dilansir di Al-Monitor, Senin (6/9), para pendukung fatwa ini menyebut keputusan ini masuk akal dan ditunggu-tunggu sejak lama.
Para penentang mengecamnya dan khawatir hal ini dapat membuka jalan bagi anak perempuan untuk berhubungan seks di luar nikah dan melakukan perbaikan selaput dara dengan cepat sebelum menikah. Menurut Mamdouh, pendapat orang yang mengkritik fatwa ini menyebarkan amoralitas di masyarakat tidak dapat diterima.
“Mengejek atau mengolok-olok orang berdosa atas dosa mereka sama saja dengan menutup semua pintu rahmat dan dapat membuat mereka (para pendosa) putus asa atau mendorong mereka terus melakukan tindakan dan perbuatan tidak bermoral. Namun, ada beberapa kasus di mana dilarang oleh syariah untuk melakukan prosedur perbaikan selaput dara,” katanya.
Komentar Mamdouh muncul sebagai tanggapan atas pertanyaan yang diajukan seorang dokter kandungan wanita tentang apakah operasi rekonstruksi selaput dara diperbolehkan dalam Islam. dia melakukan operasi itu pada korban pemerkosaan, kekerasan seksual, pada gadis yang ditolak cintanya oleh kekasih mereka, dan takut pembalasan jika orang tua atau calon suaminya mengetahui mereka tidak lagi perawan.