REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Selama dua tahun berturut-turut, peziarah Iran dilarang bepergian melalui jalur darat ke negara tetangga, Irak, untuk ziarah tahunan Arbain.
Otoritas di Provinsi Khuzestan Barat Daya mengumumkan bahwa tidak ada peziarah Iran yang akan diizinkan melalui penyeberangan perbatasan Chazabeh dan Shalamcheh ke Irak tahun ini. Sama halnya dengan otoritas di Provinsi Ilam Barat juga telah menutup titik penyeberangan perbatasan Mehran yang sibuk.
Setiap tahunnya, jutaan peziarah berkumpul di kota-kota Irak, seperti Najaf dan Karbala, untuk menandai hari ke-40 setelah Asyura, hari ketika cucu Nabi Muhammad dibunuh pada tahun 680 M. Sebagian besar peziarah melakukan perjalanan dari Iran, yang berbagi banyak perbatasan dengan Irak.
Kedua negara memiliki lima penyeberangan perbatasan resmi di sepanjang tembok perbatasan sepanjang 1.600 kilometer. Namun, ziarah rutin yang akan dimulai dalam dua pekan ini terganggu karena pandemi.
Pada 2019, sekitar 14 juta peziarah menghadiri acara tersebut, yang turun secara signifikan pada 2020 setelah otoritas Irak hanya mengizinkan 1.500 peziarah per negara. Dengan mempertimbangkan situasi pandemi terkini, pihak berwenang Irak memutuskan untuk mengizinkan hanya 40.000 peziarah asing tahun ini, 30.000 di antaranya dari Iran.
Sesuai pedoman yang dikeluarkan oleh otoritas Irak, peziarah dari Iran seharusnya hanya bisa melakukan perjalanan melalui udara dan wajib menunjukkan bukti negatif Covid-19. Otoritas Iran juga telah mendesak orang-orang untuk tidak berduyun-duyun memadati titik-titik perbatasan dengan Irak dalam beberapa minggu mendatang.