REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -- Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menghabiskan ratusan juta dolar untuk membangun database bagi rakyat Afghanistan. Tujuan pembentukan sistem data tersebut yaitu untuk mempromosikan hukum dan ketertiban, akuntabilitas pemerintah, dan memodernisasi tanah yang dilanda perang.
Setelah AS dan NATO meninggalkan Afghanistan, peralatan digital termasuk biometrik untuk memverifikasi identitas warga jatuh ke tangan Taliban. Sistem tersebut dibangun dengan sedikit perlindungan sehingga berisiko menimbulkan kebocoran data. Ada kekhawatiran sistem data tersebut akan digunakan oleh pemerintahan Taliban untuk kontrol sosial dan menghukum musuh.
"Ini adalah ironi yang mengerikan," kata Frank Pasquale, sarjana teknologi pengawasan dari Sekolah Hukum Brooklyn.
Sejak Kabul jatuh ke tangan Taliban pada 15 Agustus, muncul sejumlah indikasi data pemerintah mungkin telah digunakan oleh kelompok militan tersebut untuk mengidentifikasi dan mengintimidasi warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan AS.
Direktur Layanan Konstituen untuk anggota kongres Seth Moulton dari Massachusetts, Neesha Suarez, mengatakan sejumlah orang mendapatkan panggilan telepon, sms, dan pesan WhatsApp yang tidak menyenangkan bahkan mengancam. Moulton merupakan seorang veteran Perang Irak dan berusaha membantu warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan AS.
Seorang kontraktor AS berusia 27 tahun di Kabul mengatakan kepada The Associated Press dirinya dan rekan kerjanya mengembangkan database yang digunakan untuk mengelola penggajian tentara dan polisi. Proyek pengembangan database tersebut didanai oleh AS.
Belum lama ini, kontraktor tersebut dan rekannya diminta datang ke Kementerian Pertahanan. Dia bersembunyi dan mengubah lokasinya setiap hari.
Personel dan Sistem Pembayaran Afghanistan memiliki data tentang lebih dari 700 ribu anggota pasukan keamanan sejak 40 tahun yang lalu. Sistem tersebut menyimpan data penting mulai dari tanggal lahir, nomor telepon, nama ayah dan kakek, sidik jari, serta pemindaian iris mata dan wajah.
Seorang pejabat senior pemerintahan Afghanistan yang digulingkan menjelaskan sistem tersebut hanya dapat diakses oleh pengguna yang berwenang. Taliban kemungkinan dapat meretas sistem tersebut. Pejabat yang tidak mau disebutkan namanya itu mengatakan dinas intelijen Pakistan diharapkan dapat memberikan bantuan teknis. Sementara analis AS mengharapkan intelijen China, Rusia, dan Iran juga menawarkan bantuan teknis.
Sistem tersebut awalnya dirancang untuk mencegah penipuan dalam pemberian gaji. Sistem itu semestinya memiliki jaringan yang terkait dengan database di Kementerian Pertahanan dan Dalam Negeri, seperti salah satu sistem model yang dibuat Pentagon pada 2004 dengan mengumpulkan sidik jari, iris mata, serta pemindaian wajah di area pertempuran.
Namun, Database Identifikasi Biometrik Otomatis Afganistan berisi 8,5 juta catatan termasuk tentang musuh pemerintah dan penduduk sipil. Para pejabat AS mengatakan sistem database itu telah diamankan sebelum Taliban mengaksesnya.