REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maarif Institute bekerja sama dengan Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD) Jakarta, menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal Maarif Volume 18 Nomor I Juni 2021 – Edisi ke-37 dengan tema “Muhammadiyah dan Moderasi Islam; Etos Gerakan dan Strategi Aksi Muhammadiyah Jelang Muktamar Ke 48”.
Kegiatan yang dilakukan melalui webinar ini dilaksanakan pada Ahad (5/9) dengan menghadirkan sejumlah narasumber. Mereka adalah Mukhaer Pakkanna (rektor ITB AD), Pradana Boy ZTF (kontributor Jurnal Maarif, dan dosen di Universitas Muhammadiyah Malang), Maryogi (dosen ITB AD), dan Yulianti Muthmainnah (kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB AD). Acara ini dimoderatori oleh Sadikin (Peneliti Pusat Studi Desentralisasi Otonomi Daerah (PSDOD) ITB Ahmad Dahlan Jakarta).
Dalam pemaparannya, Mukhaer Pakkanna (rektor ITB AD) menyambut baik ajakan Maarif Institute untuk bekerja sama dengan ITB AD Jakarta, dalam menyelenggarakan acara peluncuran Jurnal Maarif ini. Kerja sama ini diharapkan mampu memperkuat etos keilmuan di lingkungan civitas akademika, serta membuka ruang-ruang bagi dialektika pemikiran-pemikiran kritis tentang Islam dan berbagai persoalan sosial kemanusiaan—termasuk kali ini membahas Muhammadiyah dan moderasi Islam.
“Tema ini sangat tepat terlebih menjelang Muktamar Muhammadiyah yang ke 48 pada Nopember 2022. Peluncuran jurnal ini merupakan kado Maarif Institute untuk para muktamirin (peserta muktamar) sekaligus sebagai refleksi kritis dalam menghadapi persoalan, terutama persoalan sosial-keagamaan. Gerakan moderasi Islam juga dapat menjadi pemersatu atau pererai dalam dua kubu yang saling bersitegang, dan tidak terseret kepada kubu kiri maupun yang kanan,” jelas rektor ITB AD dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Abd Rohim Ghazali, direktur eksekutif Maarif Institute mengatakan Muhammadiyah telah menjadikan Islam Berkemajuan dan aktualisasi Darul l-Ahd wa al-Syahadah dalam penyampaian materi-materi pelajaran di lembaga pendidikannya. Pada saat yang sama, Muhammadiyah terus berupaya mendorong pemerintah untuk menggunakan pendekatan moderasi dalam menangkal radikalisme dan teorisme, bukan hanya dengan pendekatan keamanan dan kekerasan. “Gagasan ini perlu diperhatikan secara lebih serius, terutama ketika bangsa ini harus menghadapi merebaknya Islamisme yang ekstrem (radikalisme Islam),” jelas Rohim Ghazali.
Dalam paparannya, Pradana Boy, menyoroti tentang gerakan pembaruan Islam dalam pemikiran Muhammadiyah. Menurutnya, aspek paling mendasar dalam pemikiran Muhammadiyah adalah keseimbangan antara pemurnian atau purifikasi dan penyesuaian dengan zaman atau dinamisasi. “Purifikasi adalah paradigma yang dianut Muhammadiyah dalam ibadah, sementara dinamisasi adalah jalan yang ditempuh Muhammadiyah dalam menangani masalah-masalah sosial (muamalah),” jelas Pradana Boy.
Sementara Yulli Muthmainnah mengatakan bahwa Muhammadiyah, sebagai organisasi keagamaan modern terbesar di Indonesia— dan dunia —berkontribusi besar dalam pembentukan negara bangsa Indonesia, termasuk perumusan Pancasila. “Melalui konsep Dar al-Ahdi Wa al-Syahada, Muhammadiyah bersepakat pada ideologi Pancasila. Salah satu implementasi, penetrasi nilai-nilai Pancasila tercermin dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila yang diintegrasikan dengan mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), salah satunya Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta. Mereka setuju Pancasila senafas dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, serta kesiapan orang muda sebagai daya laku (agensi) nilai-nilai Pancasila, moderasi beragama untuk orang muda,” kata Yulli.
Acara peluncuran Jurnal ini diikuti tidak kurang dari seratus peserta, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, aktivis, maupun masyarakat secara umum.