Kasus Ibu-Ibu Curi Susu, CISA: Hukum Jangan Tajam ke Bawah
Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Borgol | Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), Rendi Duha, menyayangkan kasus dua ibu-ibu yang terancam hukuman penjara 7 tahun karena mencuri susu. Bila dibandingkan vonis koruptor, ia menilai hukum hanya tajam bagi masyarakat kelas bawah.
Polisi baru-baru ini menangkap dua emak-emak di Blitar, Jawa Timur yang berinisial MRS (55) dan YLT (29). Dua emak-emak itu mencuri di dua toko berbeda. Keduanya yang tengah mendekam di tahanan dijerat Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 7 tahun.
"Tentunya, jika informasi ini benar adanya, maka akan menunjukan kontrasnya penegakan hukum di Indonesia, dimana masyarakat akan merasa bahwa penegakan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas," kata Rendi kepada Republika.co.id, Rabu (8/9).
Sebelumnya, MRS menceritakan alasannya mencuri susu tersebut. MRS mengaku suaminya mengalami sakit hingga tidak bisa berjalan. Demi mencukupi kebutuhan keluarga, ia terpaksa mencuri.
Oleh karena itu, Rendi menilai ancaman hukuman terhadap kedua ibu-ibu itu tergolong tidak adil bila dibandingkan dengan pelaku kasus korupsi. Ia menyinggung rendahnya singkatnya masa hukuman terhadap koruptor yang justru merugikan negara.
"Apalagi melihat fakta hukum yang akhir-akhir ini terjadi dimana terpidana kasus korupsi mendapatkan keringanan-keringanan hukuman," ujar Rendi.
Diketahui, ICW mencatat rerata hukuman pelaku korupsi sepanjang tahun 2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Dari 1.125 terdakwa kasus korupsi yang disidangkan pada 2019, 842 orang divonis ringan (0-4 tahun penjara) sedangkan yang divonis berat (di atas 10 tahun penjara) hanya 9 orang. Terbaru, Djoko Tjandra hanya divonis 4,5 tahun penjara serta denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Rizky Suryarandika