REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cadangan devisa Indonesia yang meningkat drastis pada Agustus 2021 yakni sebesar 144,8 miliar dolar AS atau Rp 2.052 triliun. Peningkatan ini karena adanya tambahan alokasi Special Drawing Rights (SDR) sebesar 4,46 miliar SDR atau setara dengan 6,31 miliar dolar AS yang diterima oleh Indonesia dari IMF.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional BI, Doddy Zulverdi, menegaskan alokasi tersebut tanpa biaya, bukan utang, dan diperoleh sesuai kuota keanggotaan di IMF. Penempatan tersebut juga bukan atas permintaan dari BI.
"Jadi jika ada yang mengatakan ini permintaan BI karena kondisi kita susah itu tidak benar, justru cadangan devisa kita sedang tahap tertinggi sebelum ada penempatan ini," katanya dalam Taklimat Media BI, Rabu (8/9).
Doddy menegaskan Indonesia bukan satu-satunya negara yang menerima alokasi dana tersebut. Amerika Serikat yang merupakan negara anggota IMF juga mendapatkan porsi dana, dan alokasi terbesar.
Dana yang tidak harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu tersebut adalah kebijakan IMF untuk mendukung ketahanan ekonomi seluruh negara di dunia. Ini dapat digunakan sebagai mitigasi dari risiko jangka menengah dan panjang.
"Mengingat pemulihan karena dampak Covid-19 ini diprediksi akan cukup lama, sehingga dana tersebut didistribusikan," katanya.
Tambahan dana yang masuk pada cadangan devisa ini akan semakin memperkuat ketahanan stabilitas moneter dan sistem keuangan Indonesia. Ia menegaskan kondisi ekonomi Indonesia saat ini telah jauh lebih baik.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Devisa BI, Rudy Brando Hutabarat mengatakan salah satu indikatornya adalah cadangan devisa yang pernah mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah yakni pada April 2021 sebesar 138 miliar dolar AS. Tren peningkatan cadangan devisa sendiri sudah terjadi sejak tahun lalu.
"Cadev RI sejak Maret 2020 hingga Juli 2021 sudah naik sekitar 16,37 miliar dolar AS," katanya. Sehingga RI tidak dalam kondisi kesulitan atau butuh bantuan seperti saat krisis ekonomi 2013.