REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pakar Hukum Pidana Universitas Riau DR Erdianto Effendi mengatakan, pelaku pembunuh anak sebagai korban pesugihan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Seorang anak di Gowa menjadi korban pesugihan yang diduga dilakukan orang tuanya sendiri.
"Adapun tentang alasan mereka melakukan kejahatan membunuh anaknya atas dasar motif ilmu hitam itu adalah hal yang tidak perlu dibuktikan. Tetapi perlu untuk digambarkan nanti di dalam surat dakwaan yang disampaikan oleh penuntut umum," kata Erdianto, Rabu (8/9).
Dia mengatakan, itu terkait seorang bocah berusia enam tahun di Kabupaten Gowa, Sulsel, menjadi korban penganiayaan kedua orang tuanya. Peristiwa miris ini dialami seorang bocah berinisial AP di rumahnya, Kelurahan Gantarang, Kecamatan Tinggimoncong.
AP dianiaya orang tuanya, paman dan kakeknya yang diduga untuk praktik pesugihan ilmu hitam. Bahkan mata anaknya yang lain sudah dicongkel oleh orang tuanya sebagai tumbal menuntut ilmu hitam.
Menurut Erdianto, hukum pidana adalah produk ilmu pengetahuan ilmiah. Karena itu hukum pidana tidak menjangkau kebenaran yang tidak dapat dibuktikan secara rasional, yang dibuktikan dalam hukum acara pidana adalah kebenaran materiil yang diperoleh dengan cara-cara ilmiah.
Yang harus dilakukan dalam kasus ini, katanya menyebutkan, dalam tahap penyelidikan adalah apakah ada tindak pidana atau tidak. Dalam arti apakah peristiwa ini merupakan tindak pidana atau tidak sebenarnya tidak perlu lagi dikaji lebih dalam. Alasannya, sudah ada orang yang mati dan ada orang yang melakukan. Hal tersebut jelas merupakan suatu tindak pidana.
"Polisi mengeluarkan perintah penyidikan, selanjutnya yang harus dicari dalam proses penyidikan adalah menemukan dan mencari bukti yang dengan bukti tersebut dapat diduga seseorang sebagai pelaku tindak pidana baik karena perbuatannya maupun karena keadaan," katanya.
Ia melanjutkan, dalam kasus ini orang tua sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. "Keadaan mental di bawah pengaruh ilmu hitam tidak dapat menjadi alasan pembenar atau alasan pemaaf untuk melepaskannya dari pertanggungjawaban pidana," katanya.
Lagipula pembuktian unsur subjektif seperti itu, katanya menekankan, ada pada pengadilan bukan pada proses penyidikan atau penuntutan. Sehingga perkaranya tetap dapat dilanjutkan untuk diteruskan ke pengadilan.