REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW menunjukkan sikap rendah hati pada saat peristiwa Fathu Makkah. Rasulullah SAW dan para sahabat pada Jumat 13 Ramadhan meninggalkan Marr Az-Zahran.
Saat tiba di Dzi Thuwa, mereka langsung menuju Makkah di mana pada delapan tahun lalu Nabi SAW terpaksa berhijrah meninggalkannya. Para sahabat sangat antusias menemani Rasulullah SAW dalam perjalanan bersejarah dan berkah itu. Mereka ikut berangkat menemani Rasulullah untuk memadati lembah Makkah.
Dijelaskan dalam Mentari Kasih Sayang Rasulullah SAW yang Meluluhkan Kebekuan Hati karya Rasyid Haylamaz saat itu hati para sahabat diselimuti harapan akan datangnya kemenangan yang sempurna. Dalam perjalanan tersebut, Rasulullah mengenakan serban dengan menjulurkan ujungnya di antara kedua bahu.
Ketika Nabi SAW menunggangi unta, sahabat yang berambut ikal dan martabatnya terangkat dari status budak menjadi panglima yang tangguh, Usamah bin Zaid berada tepat di belakang Rasulullah SAW dalam perjalanan menuju Makkah itu. Hal tersebut merupakan dimensi tertinggi dari sikap rendah hati.
Sebab dalam perjalanan bersejarah itu, Rasulullah bisa saja membonceng anak salah seorang pembesar kaum Muslim di atas untanya. Beliau SAW juga bisa saja membonceng salah satu dari kedua cucunya, Hasan atau Husein.
Namun, semua itu tidak dilakukannya. Rasulullah SAW malah membonceng seorang budak berkulit gelap yang tidak diperhitungkan oleh seorang pun hingga ia dimuliakan oleh cahaya Islam.
Tak hanya itu, Rasulullah saat memasuki kota Makkah, menunggangi unta Al-Qushwa dengan kepala tertunduk karena begitu tinggi sikap rendah hatinya. Bahkan, dalam Subul Al-Huda wal Rasyad fii Sirah Khair Ibad karya Al-Shalihy disebutkan saat itu jenggotnya hampir menyentuh tunggangannya.
"Ya Allah, sesungguhnya kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat," kata Nabi SAW bersabda.