Rabu 08 Sep 2021 20:28 WIB

BI Akan Perluas Mitra Local Currency Settlement

Tidak ada aspek-aspek selain ekonomi yang menjadi landasan pemilihan mitra LCS.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Bank Indonesia. BI terus mendorong aplikasi Local Currency Settlement.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Logo Bank Indonesia. BI terus mendorong aplikasi Local Currency Settlement.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia masih terus mendorong kerja sama Local Currency Settlement (LCS) dengan negara-negara lain. Saat ini sudah ada empat negara yang menerapkan LCS dengan Indonesia berdasarkan intensitas hubungan.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi menyampaikan, keempat negara mitra LCS saat ini adalah mitra dagang dan investasi dengan nilai yang cukup besar bagi Indonesia. China yang merupakan mitra terbaru sejak September 2021 ini merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.

Baca Juga

Jepang juga mitra investasi yang signifikan. Malaysia, Thailand, merupakan mitra dagang besar juga dengan Indonesia di Asia.

"Tentu negara-negara mitra LCS akan terus kita perluas lagi baik di ASEAN maupun luar," kata Doddy dalam Taklimat Media BI, Rabu (8/9).

Doddy menegaskan tidak ada aspek-aspek selain ekonomi yang menjadi landasan pemilihan mitra LCS. Fitur-fitur dalam mekanisme LCS juga terus diperkuat dan disesuaikan dengan regulasi yang ada di setiap negara.

Ia juga optimistis nilai LCS akan semakin meningkat dari waktu ke waktu. LCS pertama yang dilakukan dengan Malaysia terus mengalami peningkatan nilai hingga saat ini. Nilai LCS dengan Jepang pun naik sangat signifikan hanya dalam lima bulan sejak diresmikan.

"Kami optimistis sekali, karena dengan Jepang hanya dalam hitungan lima bulan, nilainya sudah mencapai 3,4 persen dari total transaksi bilateral Jepang-Indonesia," kata Doddy.

Kini dengan China pun, diharapkan bisa semakin meningkatkan nilai transaksi LCS, mengingat China adalah mitra dagang terbesar. Potensi LCS dari China meliputi 22,6 miliar dolar AS ekspor dan 34,98 miliar impor.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement