Rabu 08 Sep 2021 20:31 WIB

PB PMII: Seleksi Anggota BPK Akali Undang-Undang

Akrobat politik meloloskan nama yang TMS merupakan tindakan pelanggaran keras. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Suasana uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/9/2021). Komisi XI DPR menggelar uji kelayakan atau fit and proper test calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Suasana uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/9/2021). Komisi XI DPR menggelar uji kelayakan atau fit and proper test calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menilai, seleksi calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) keluar dari jalur aturan perundang-undangan. Sebab seleksi yang tengah dalam tahap fit and proper test di Komisi XI DPR itu menyertakan calon Anggota BPK yang tidak memenuhi syarat formal (TMS).

Ketua PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM Daud A Gerung menilai, ada calon anggota BPK yang sejak awal disorot lantaran tidak memenuhi syarat sesuai UU BPK yaitu Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana. Dia mengajak, DPR mematuhi aturan yang dibuatnya sendiri.

"Kita tidak boleh permisif terhadap pelanggaran undang-undang. Apalagi itu dilakukan oleh DPR yang notabene salah satu pembentuk UU. Akrobat politik meloloskan nama yang TMS dalam uji kepatutan dan kelayakan merupakan tindakan pelanggaran keras terhadap ketentuan undang-undang," kata Daud dalam keterangan pers, Rabu (8/9).

Daud menuturkan, fungsi kontrol publik dalam pemilihan pejabat BPK perlu dilakukan PB PMII karena BPK adalah lembaga negara yang sangat penting kedudukannya. Dia tak ingin pemilihan anggota BPK dicemari oleh akrobat politik yang melanggar ketentuan. 

"BPK perlu dijaga martabat dan marwahnya. Jika salah satu calon Anggota BPK TMS terpilih, ini sama artinya cacat formal karena tidak sesuai UU. Potensi digugat sangat tinggi," ujar Daud. 

Lebih lanjut, Daud menilai, apa yang dilakukan Komisi XI DPR dengan meloloskan calon anggota BPK TMS merupakan tindakan yang mengakali konstitusi. Ia menyarankan Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani Keppress apabila calon TMS benar-benar terpilih. "Bisa menjadi jebakan kepada Bapak Presiden ini nanti," ucap Daud.

Diketahui, berdasarkan Pasal 13 Huruf J Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan, untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, salah satu syaratnya calon anggota BPK harus paling singkat telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.

Sementara itu, berdasarkan materi hasil kajian Badan Keahlian DPR RI dijelaskan bahwa Nyoman Adhi Suryadnyana pada 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019 masih menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III). Sedangkan Harry Z. Soeratin pada Juli 2020 lalu dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement