REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad, Akbar Eva Rianti, Antara
Insiden kebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang membuat pemerintah harus segera mencari solusi bagi kelebihan kapasitas lapas. Pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan berpendapat pidana alternatif yang diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan salah satu solusi mengatasi masalah kelebihan hunian (over kapasitas) lapas di Tanah Air.
"Pidana alternatif memang salah satu solusi, cuma kita belum melaksanakannya di Indonesia dan belum tahu efektif atau tidak," kata dia, saat dihubungi, Kamis (9/9). Beberapa negara maju misalnya Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah membuktikan bahwa penggunaan pidana alternatif bagi pelaku kejahatan terbukti efektif menekan tingkat hunian di lapas.
Akan tetapi, meskipun pidana alternatif merupakan salah satu solusi dari masalah over kapasitas lapas, Iwan mengingatkan tidak semua kasus kejahatan dapat dimasukkan atau diselesaikan menggunakan pidana alternatif. Kejahatan-kejahatan luar biasa misalnya kasus korupsi, tindak pidana terorisme dan bandar narkoba, tidak bisa dimasukkan dalam penerapan pidana alternatif.
"Jadi, pidana alternatif ini hanya untuk kejahatan-kejahatan tertentu saja," kata Iwan. Sebagai contoh, orang yang terpaksa mencuri untuk kebutuhan makan dan minum atau memenuhi kebutuhan sehari-hari lainnya bisa diterapkan pidana alternatif, misalnya pidana sanksi sosial. Contoh lain, orang yang tanpa sengaja atau akibat kelalaiannya mengakibatkan suatu permasalahan hukum, maka penegak hukum bisa menerapkan pidana alternatif.
Oleh karena itu, sebelum pidana alternatif diterapkan, maka harus ada klasifikasi yang jelas untuk menentukan kejahatan apa saja yang bisa diselesaikan melalui pidana alternatif. "Tidak semua kejahatan, apalagi kejahatan luar biasa sama sekali tidak cocok diterapkan dengan pidana alternatif," kata dia pula.
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mendesak pemerintah segera membenahi persoalan lapas. Ia mengakui adanya sejumlah permasalahan dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia. Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang dinilainya merupakan puncak dari semua permasalahan tersebut.
Saat ini, ada tiga permasalahan pokok dari sistem pemasyarakatan di Indonesia. Ketiganya, yakni kapasitas berlebih, peredaran narkoba, hingga perlakuan terhadap warga binaan. "Desakan kepada Menteri Yasonna untuk membenahi persoalan Lapas. Kita minta tak hanya retorika lah, tapi harus ada tindakan riil di lapangan," ujar Sudding saat dihubungi, Kamis (9/9).
Di samping itu, ia mendorong segera disahkannya revisi undang-undang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (PAS). Sebab, undang-undang yang ada saat ini belum banyak mengatur hak warga binaan dan narapidana. "Rancangan aturan itu (RUU PAS) mengatur banyak mengenai hak-hak narapidana yang seharusnya dijamin pemerintah," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Ia juga meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk bertanggung jawab penuh terkait insiden kebakaran Lapas Kelas I Tangerang itu. "Saya rasa cukup banyak persoalan di lapas, saya kira perlu evaluasi," ujar Sudding.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan insiden kebakaran yang terjadi di Lapas Tangerang merupakan masalah kemanusiaan. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat meninjau Lapas Kelas 1 Tangerang pada Kamis (9/9) menjelaskan, berdasarkan hasil tinjauan, hal yang paling ditekankan adalah mengenai kelebihan kapasitas lapas. Dia menyebut hal itu merupakan masalah sistemik itu harus segera diselesaikan oleh pihak terkait karena dampaknya serius, merambah pada pidana.
"Berdasarkan pengalaman Komnas, kami ada kerjasama dengan Dirjen Lapas memang di seluruh Indonesia over capacity itu persoalan yang sistemik. Kita harus melihat lebih luas bahwa itu ada kaitan dengan sistem pemidanaan, terutama yang kaitan dengan narkoba, harus ada solusi untuk itu secara menyeluruh," jelasnya.
Lebih lanjut, Taufan meminta kepada pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan secara lebih mendalam mengenai penyebab dari insiden kebakaran tersebut. "Kami minta untuk melakukan satu penyidikan yang lebih mendalam, lebih objektif, dan transparan sehingga masyarakat tahu apa yang sebetulnya terjadi," ungkapnya.