REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban mengatakan mereka ingin membangun dan menjalin hubungan diplomatik dengan semua negara di dunia, kecuali Israel. Taliban belum mengungkap mengapa tak ingin memiliki hubungan formal dengan Tel Aviv.
“Tentu saja kami tidak akan memiliki hubungan dengan Israel. Kami ingin memiliki hubungan dengan negara lain, (tapi) Israel tidak termasuk di antara negara-negara ini,” kata juru bicara Taliban Suhail Shaheen saat diwawancara kantor berita Rusia, Sputnik, Kamis (9/9).
Menurut dia, Taliban pun tak keberatan memiliki hubungan dengan Amerika Serikat (AS) yang telah bercokol di Afghanistan selama dua dekade. “Jika Amerika ingin memiliki hubungan dengan kami, yang dapat menjadi kepentingan kedua negara dan rakyat, dan jika mereka ingin berpartisipasi dalam rekonstruksi Afghanistan, mereka dipersilakan,” kata Shaheen.
Taliban telah mengumumkan struktur pemerintahan barunya di Afghanistan pada Selasa (7/9). Terdapat 33 anggota kabinet dengan Mohammad Hasan Akhund sebagai pemimpin atau perdana menteri. Sejumlah negara telah mengkritik susunan pemerintahan Taliban karena dianggap tak inklusif dan representatif.
Dari 33 anggota kabinet, tak ada satu pun perempuan di dalamnya. Selain itu, seluruh pemegang jabatan adalah anggota atau loyalis Taliban. Tak ada perwakilan dari kelompok-kelompok etnis minoritas di Afghanistan. Kelompok perlawanan The National Resistance Front of Afghanistan (NRF) telah meminta dunia internasional tak mengakui pemerintahan Taliban.
Menurut mereka, pemerintahan yang hanya terdiri dari anggota Taliban dan rekan-rekannya ilegal. "(Pemerintahan Taliban) tanda yang jelas dari permusuhan kelompok itu dengan rakyat Afghanistan," kata NRF dalam sebuah pernyataan pada Selasa (7/9), dikutip laman BBC.
NRF adalah kelompok yang masih menolak dan melawan kekuasaan Taliban di Afghanistan. Kelompok yang bermarkas di Lembah Panjshir itu dipimpin Ahmad Massoud. Ia adalah putra Ahmad Shah Massoud, pemimpin utama perlawanan anti-Soviet di Afghanistan pada 1980-an.