REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan pada Kamis (9/9) bahwa pembekuan miliaran dolar aset Afghanistan untuk menjauhkan mereka dari tangan Taliban pasti akan memicu "kemerosotan ekonomi yang parah". Pembekuan dana, kata PBB, juga dapat mendorong jutaan lebih banyak warga Afghanistan ke dalam kemiskinan dan kelaparan.
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, mengatakan perlu ditemukan cara agar uang cepat mengalir ke negara itu "untuk mencegah kehancuran total ekonomi dan tatanan sosial". Lyons juga mengingatkan bahwa perlu dipastikan dana tersebut tidak disalahgunakan oleh Taliban.
Ia mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa Afghanistan dapat diatur "kembali dari generasi ke generasi."
"Ekonomi harus dibiarkan bernapas selama beberapa bulan lagi, memberi Taliban kesempatan untuk menunjukkan fleksibilitas dan keinginan tulus untuk melakukan hal-hal yang berbeda kali ini, terutama dari perspektif hak asasi manusia, gender, dan kontraterorisme," kata Lyons kepada dewan yang beranggotakan 15 orang itu.
Sebagian besar aset bank sentral Afghanistan senilai 10 miliar dolar AS (sekitar Rp 145 triliun) diparkir di luar negeri. Aset-aset itu dianggap sebagai instrumen kunci bagi Barat untuk menekan Taliban. Departemen Keuangan AS mengatakan Amerika Serikat tidak mengurangi sanksi Taliban atau melonggarkan pembatasan akses kelompok Islamis itu ke sistem keuangan global.
Dana Moneter Internasional juga telah memblokir Taliban dari mengakses sekitar 440 juta dolar (sekitar Rp 6,2 triliun) dana cadangan darurat baru. "Taliban mencari legitimasi dan dukungan internasional. Pesan kami sederhana: legitimasi dan dukungan apa pun harus diperoleh dengan melakukan pencapaian," kata diplomat senior AS Jeffrey DeLaurentis kepada Dewan Keamanan.
Rusia dan China sama-sama berpendapat bahwa aset Afghanistan tidak boleh dibekukan. "Aset-aset ini milik Afghanistan dan harus digunakan untuk Afghanistan, bukan dipakai sebagai pengaruh untuk melancarkan ancaman atau pengekangan," kata Wakil Duta Besar China untuk PBB Geng Shuang.