REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) memperingatkan sekitar 97 persen populasi Afghanistan mungkin akan hidup di bawah garis kemiskinan kecuali bila krisis ekonomi dan politik di negara itu diatasi.
Dalam laporannya yang dirilis Kamis (9/9) kemarin, UNDP mengatakan kemiskinan di Afghanistan dapat meningkat hingga 25 persen akibat produk domestik bruto (PDB) riil negara itu mengalami kontraksi. Saat ini, setengah populasi Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan.
"Anda mengalami guncangan anggaran, anda memiliki guncangan cadangan, bila cadangan, yang anda ketahui sekitar 9 miliar dolar AS, benar-benar dibekukan, maka anda mengalami guncangan perdagangan, perdagangan domestik dan internasional anda akan terinterupsi," kata perwakilan residen UNDP di Afghanistan, Abdallah Al Dardari pada Aljazirah, Jumat (10/9).
"Biasanya negara yang berada dalam situasi ini, institusi keuangan internasional seperti IMF [International Monetary Fund], Bank Dunia dan semua institusi bilateral dan multilateral akan bergabung dengan PBB dan mengajukan program reformasi ekonomi, kami tahu hal itu tidak akan terjadi," tambahnya.
Sebelum Taliban merebut Afghanistan pada bulan lalu, negara itu sangat tergantung pada bantuan. Lebih dari sepertiga PDB mereka berasal dari bantuan asing. PBB mendesak Taliban mengizinkan petugas sosial melakukan pekerjaan mereka.
"Biarkan masyarakat sipil, organisasi komunitas lokal, mengelola proyek-proyek (yang sudah berjalan), mari implementasikan, kami tidak meminta apa pun, hanya jangan halangi," kata Al Dardari.