Jumat 10 Sep 2021 11:51 WIB

Warga Ingin Kali Cilemahabang tak Hanya Jernih Sementara

Selama Kali Cilemahabang berwarna hitam, ia kerap menggunakan air galon untuk mandi.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Bilal Ramadhan
Warga antre untuk mendapatkan air bersih dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (7/9/2021). Warga menuturkan, aliran Kali Cilemahabang yang mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari sudah lima tahun tercemar limbah industri yang mengakibatkan warnai air menjadi hitam dan mengeluarkan bau tak sedap.
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Warga antre untuk mendapatkan air bersih dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (7/9/2021). Warga menuturkan, aliran Kali Cilemahabang yang mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari sudah lima tahun tercemar limbah industri yang mengakibatkan warnai air menjadi hitam dan mengeluarkan bau tak sedap.

REPUBLIKA.CO.ID, Selasa (7/9) malam, Bambang (23) terkejut saat melihat air kali yang ada di depan rumahnya berubah dari hitam pekat menjadi jernih kehijauan. Pemandangan itu membuatnya langsung bergegas merendamkan tubuh di air kali meski hari sudah gelap.

Kali Cilemahabang dengan ukuran lebar kurang lebih 10 hingga 15 meter itu sudah menjadi bagian dari hidup warga Desa Sukaraya, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

“Kali hitam sudah dua bulanan, ini baru lumayan jernih. Biasanya dua hari tiga hari, nanti hitam lagi,” kata Bambang saat ditemui di lokasi beberapa waktu lalu.

Bambang, beserta banyak warga bantaran kali lainnya, sudah mahfum dengan kondisi air kali yang berwarna hitam pekat. Kejadian ini bukan satu atau dua kali ia alami.

Suhu udara yang panas dan lembab di Kabupaten Bekasi pun memaksanya untuk tetap mandi menggunakan air kali yang hitam dan bau lantaran tak kuat menahan gerah.

“Kalau saya mah cuek aja, tetap mandi sama nyuci walaupun airnya hitam,” terang dia.

Bambang tak mengetahui pasti apa yang membuat kali di depan rumahnya itu menjadi hitam. Namun, jika diendus dari baunya, warna hitam pekat yang ada diduga berasal dari limbah pabrik dengan tekstur menyerupai oli.

Dia yang telah tinggal 10 tahun di bantaran kali itu menyebut, dasar dari kali Cilemahabang bukanlah tanah. Melainkan lumpur dan juga sampah.

“Jadi kali ini bukan tanah dasarnya, tapi lumpur sama sampah. Makanya kalau anak-anak kecil pada berenang suka pada nginjek beling, karena sudah kecampur sampah macam-macam,” kata dia.

Cerita berbeda datang dari Mak Odah. Wanita berusia 65 tahun itu tengah mencuci pakaian di tengah panas matahari yang sudah meninggi. “Ini pakaian sudah dua bulanan enggak dicuci,” ungkapnya.

Odah (65) tak mencuci bajunya selama dua bulan lantaran air di kali tak kunjung jernih. Barulah pada saat warna hitam pekat air kali memudar ia langsung bergegas menyikat cucian yang telah menumpuk itu.

Selama air berwarna hitam pekat, ia kerap menggunakan air galon untuk mandi cucunya yang masih berusia 1,5 tahun. Hal itu terpaksa ia lakukan lantaran sang cucu pernah iritasi ketika dipaksa mandi menggunakan air kali yang hitam.

Membeli air galon dengan harga Rp 5.000/galon, adalah barang mewah bagi keluarga Odah. Di usianya yang telah senja, ia masih harus mengais rejeki dengan mencari rongsok.

Suaminya sudah renta dan tak dapat bekerja. Sedangkan anak-anaknya juga tak bisa banyak membantu perekonomian keluarga. Dari hasil mencari rongsok itu, Odah hanya mampu mendapatkan penghasilan yang digunakan untuk menyambung hidup dari hari ke hari saja.

“Misal dapat duit Rp 30 ribu-Rp 50 ribu. Beli galon buat mandi cucu itu lima galon, sudah abis uangnya. Makanya saya mah pengennya air jangan hitam lagi. Soalnya mahal enggak kuat harus beli galon terus,” kata Odah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement