REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Hampir dua tahun sejak pembelajaran tatap muka (PTM) dihentikan, pelajar di Desa Pipitak Jaya, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, terpaksa harus pergi ke bukit atau dataran tinggi demi mendapatkan sinyal. Mereka ke atas bukit untuk mengikuti kegiatan sekolah secara dalam jaringan (daring).
Murid SMKN 1 Tapin Selatan M Farizal Arliandi mengungkapkan setiap hari dia bersama pelajar lainnya, sekolah di atas dataran tinggi yang dikenal dengan nama bukit Pamujaan di Desa Pipitak Jaya."Biasanya dari pukul 08.00 WITA sampai pukul 16.00 WITA ada aja kawan-kawan. Kalau pagi hadir semua di sini, lebih 20 orang hanya untuk absensi, membuka materi atau mengumpulkan tugas," ujar pelajar kelas XI Jurusan Audio dan Video itu, Kamis (9/9).
Dikatakannya, hal yang paling membuat para pelajar kesal yaitu ketika listrik mati, jaringan internet hilang total hingga tidak bisa mengikuti kegiatan belajar. "Pernah waktu ulangan tidak sempat mengumpulkan jawaban jadi terpaksa ikut ulangan susulan," ungkapnya.
Setiap hari jadwal sekolah harus mengerjakan tugas rata-rata lima mata pelajaran. Bermodal buku dan telepon pintar setelah mendapatkan materi pembelajaran dari guru langsung mengerjakan tugas yang diberikan di sebuah pondok beratapkan terpal.
"Komunikasi dengan guru menggunakan aplikasi whatsapp dan ketika belajar mengajar dan mengumpulkan tugas melalui google class room," ujarnya.P
ernyataan itu senada dengan pelajar lain Ahmad Faqih (16) murid kelas X di SMKN 1 Tapin Selatan jurusan perikanan dan Muhammad Aria (14) murid kelas IX di SMPN 1 Piani. Banyak pelajaran yang diberikan sekolah tidak dapat dipahami dengan metode belajar daring seperti saat ini.
Ketiga pelajar itu mengaku sangat menginginkan belajar tatap muka dengan guru dan bergaul bersama kawan sesama pelajar di sekolah. Dalam lima hari untuk belajar daring rata-rata para pelajar memerlukan paket internet Telkomsel sebanyak dua GB seharga Rp 15 ribu, untuk mengirim tugas, belajar di youtube dan jelajah web.
Sementara Camat Piani Arie Wijaya mengungkap sinyal itu didapat dari pemancar milik Telkomsel di sekitar kecamatan yang berjarak sekitar tiga kilometer dari tempat pelajar itu mendapatkan sinyal."Dari delapan desa ada lima desa yang full blank spot (tidak ada sinyal), tiga desa lainnya sebagian ada yang kena sinyal, tidak merata," ujarnya.
Di lokasi dataran tinggi itu, ada tiga titik dengan zonasi kecil yang sering di tempati pelajar maupun masyarakat umum untuk mendapatkan sinyal, di Desa Batu Ampar dan Pipitak Jaya. Secara geografis kecamatan seluas 190,08 persegi itu memiliki ketinggian rata rata 25 - 200 meter di atas permukaan laut (MDPL).