Jumat 10 Sep 2021 16:48 WIB

KPAI: Tidak Ada Tempat Bagi Pelaku Kejahatan Seksual 

KPAI mendorong para artis yang peduli pada nasib anak-anak untuk sama-sama memboikot.

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Penyanyi dangdut Saiful Jamil.
Foto: Antara
Penyanyi dangdut Saiful Jamil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listiyarti mengatakan, kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur adalah kejahatan keji. Karenanya, tidak ada tempat bagi siapapun pelaku kejahatan seksual terhadap anak, termasuk di televisi. 

Pernyataannya ini menanggapi perihal glorifikasi yang dilakukan mantan narapidana kasus kejahatan seksual terhadap anak, Saiful Jamil. Usai keluar dari penjara, mantan penyanyi dangdut itu disambut bak pahlawan dan disiarkan di televisi.

"Televisi bukan sekedar hiburan tapi juga untuk edukasi, dengan kita mengglorifikasi merayakan pelaku kekerasan seksual untuk tampil di TV, (misalnya) wara-wiri untuk mengisi acara, menjadi juri, ini secara tidak langsung menyakiti korban membuat takut korban," kata Retno dalam akun Youtubenya, Jumat (10/9).

Retno menuturkan, bahwa setiap 9 menit di dunia terjadi kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dan perempuan. Dari 1.000 kasus hanya 6 pelaku yang dipenjara, karena aparat penegak hukum kerap menganggap tidak adanya bukti dan saksi sehingga tidak bisa menjerat pelaku.

Padahal, lanjut Retno, keterangan korban adalah barang bukti dan apabila ada saksi, maka kekerasan seksual kecil kemungkinan bisa terjadi. "Keterangan korban adalah bukti, kalau ada saksi ya tidak akan terjadi kekerasan seksual itu," ungkapnya 

Karena hal ini menurut Retno, banyak sekali para pelaku kekerasan seksual ini tidak terlaporkan. Hanya sekitar 12 persen korban yang berani melapor tetapi kadang juga korban ini dianggap salah sendiri atau juga korban yang kemudian dikorbankan lagi. 

"Ini yang akhirnya membuat orang tidak berani bicara, apalagi pelaku kekerasan seksual seperti Saiful Jamil ini mendapatkan tempat. Orang semakin takut melapor, semakin takut berbicara. Ini semakin membahayakan anak-anak kita," ujarnya.

Jangan sampai, tambah Retno, penampilan Saiful di dunia televisi seolah menganggap bahwa kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur adalah pidana biasa. Padahal, itu adalah kejahatan berat. 

"Siapapun pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus mendapatkan boikot. KPI harus mengedukasi banyak televisi bahwa mereka bukan hanya sekedar menghibur dan sekedar rating tapi mereka harus punya nilai-nilai perlindungan anak," ucapnya.

Pihaknya mendorong para artis lain yang peduli pada nasib anak-anak mari bersuara, untuk sama-sama memboikot. Sehingga, tidak ada tempat bagi pelaku kekerasan seksual, meskipun sudah dihukum. 

"Sehingga, anak-anak kita tidak menganggap hal ini hal yang lumrah atau dianggap sebagai kejahatan pidana biasa. Walaupun mungkin sebagai sesama artis mereka adalah teman Anda, saudara, tapi kejahatan seksual kepada anak tidak dimaafkan," tegasnya. 

Retno juga mengaku mengapresiasi sutradara Film Nussa Rara, Angga Sasongko yang bahkan berhenti mendistribusikan film animasinya dengan stasiun televisi yang mengundang Saiful Jamil. 

"Para artis, youtuber mari sama-sama membuat konten untuk menyadarkan masyarakat kita bahwa kejahatan seksual kepada anak harus dihentikan, dan salah satu cara menghentikan tidakk memberikan tempat pada para pelaku. Mari bergerak bersama, bekerja bersama, bersuara bersama melindungi anak-anak kita dari predator anak," kata Retno.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement