REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban membatalkan acara pelantikan pemerintahan barunya untuk Afghanistan. Kendati demikian, susunan kabinet pemerintahan telah diumumkan pada Selasa (7/9).
“Upacara pelantikan pemerintah Afghanistan yang baru dibatalkan beberapa hari yang lalu. Agar tidak membingungkan orang lebih lanjut, kepemimpinan Keemiran Islam mengumumkan bagian dari Kabinet, dan itu sudah dimulai untuk bekerja," kata seorang anggota Komisi Kebudayaan Taliban pada Jumat (10/9), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Dia membantah bahwa acara pengukuhan seharusnya dilangsungkan pada Sabtu (11/9). Ia menyebut kabar itu hanya rumor.
Di struktur pemerintahan Taliban, terdapat 33 anggota kabinet. Seluruhnya adalah anggota dan loyalis Taliban. Meski masih bersifat sementara, pemerintahan itu di luar harapan banyak pihak, terutama dalam hal inklusivitas. Selain hanya anggota dan loyalis Taliban, di pemerintahan Taliban tak ada satu pun perempuan.
Amerika Serikat (AS) mengaku prihatin dengan afiliasi dan rekam jejak dari beberapa tokoh Taliban yang ditunjuk mengisi jabatan tinggi pemerintah. “Kami mencatat daftar nama yang diumumkan secara eksklusif terdiri dari individu yang menjadi anggota Taliban atau rekan dekat mereka dan tidak ada wanita. Kami juga prihatin dengan afiliasi dan rekam jejak beberapa individu,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, dikutip Aljazirah, Rabu (8/9).
Setidaknya ada dua tokoh “problematik” yang duduk di jajaran pemerintahan Taliban. Pertama adalah Mullah Mohammad Hasan Akhun yang ditunjuk sebagai perdana menteri. Dia diketahui pernah menjabat sebagai menteri senior selama pemerintahan ultrakonservatif Taliban di Afghanistan pada dekade 1990-an.
Tokoh kedua adalah Sirajuddin Haqqani yang ditunjuk sebagai menteri dalam negeri. Dia adalah pendiri jaringan “Haqqani” yang diklasifikasikan sebagai kelompok teroris oleh AS. Haqqani merupakan salah satu orang yang paling dicari FBI karena keterlibatannya dalam serangan bunuh diri dan kaitannya dengan al-Qaeda.
Washington paham bahwa struktur pemerintahan saat ini hanya bersifat sementara. “Namun kami akan menilai Taliban dengan tindakannya, bukan kata-katanya,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
PBB mengatakan, mereka tidak akan terlibat dalam pengakuan pemerintahan Taliban di Afghanistan. Menurutnya, hal itu merupakan hak negara-negara anggota. “Dari sudut pandang kami, mengenai pengumuman hari ini, hanya penyelesaian yang dinegosiasikan dan inklusif yang akan membawa perdamaian berkelanjutan ke Afghanistan,” kata juru bicara PBB Farhan Haq.