REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan pemerintahan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tak memiliki agenda perdamaian berdasarkan solusi dua negara dengan Palestina. Menurut al-Maliki, prospek tersebut kian terkikis di bawah kepemimpinan Bennett.
“Bennett telah merusak segala kemungkinan negosiasi politik, dan telah menegaskan tekadnya melanjutkan permukiman, penyitaan, pembongkaran, pembunuhan berencana, serta pelanggaran hak-hak dasar rakyat Palestina, penghancuran ekonomi dan memperpanjang blokade Gaza,” kata Bennett sebelum menghadiri sesi reguler ke-156 Dewan Liga Negara-Negara Arab pada Kamis (9/9), dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.
Al-Maliki menekankan perlunya masyarakat internasional menuntut pertanggung jawaban Istrael atas pendudukannya terhadap Palestina. Komunitas internasional juga perlu memberi keadilan dengan mendukung pembentukan negara Palestina di atas 22 persen tanah bersejarahnya, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Menurut dia, peran Amerika Serikat (AS) tetap dibutuhkan dalam hal ini. “Kami membutuhkan visi baru AS, bukan hanya kata-kata baru, yang menerjemahkan kata-kata menjadi tindakan untuk mencapai tujuan mengoreksi kesalahan pemerintahan (AS) sebelumnya,” ujar al-Maliki
Sebelumnya Naftali Bennett telah menolak bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Hal itu karena pemerintahan Abbas telah membawa dan menuntut Israel di Mahkamah Pidana Internasional (ICC). "Sebagai seseorang yang berasal dari dunia bisnis, ketika seseorang menuntut saya, saya tidak terlalu baik kepadanya,” kata Bennett dalam sebuah acara virtual dengan para pemimpin Conference of Presidents of Major American Jewish Organisations, dikutip laman Middle East Monitor pada 4 September lalu.
Pada kesempatan itu, dia turut menyinggung tentang pertemuan baru-baru ini antara Abbas dan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz. Bennett menekankan, bahwa tidak akan ada terobosan politik yang bakal dicapai dengan Palestina selama dia menjabat sebagai perdana menteri.
Bennett percaya, konflik dengan Palestina tidak dapat diselesaikan. Namun, kata dia, langkah-langkah dapat diambil untuk mengurangi ruang lingkup gesekan. Langkah tersebut harus turut berkaitan dengan ekonomi dan meningkatkan kehidupan rakyat Palestina. (Kamran Dikarma)