Sabtu 11 Sep 2021 16:55 WIB

Taliban Memperketat Kendali di Panjshir

Saksi matamengatakan Taliban membunuh setidaknya delapan warga sipil

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Tentara Taliban berjaga di gerbang Panjshir di provinsi Panjshir timur laut Afghanistan, Rabu, 8 September 2021.
Foto: AP/Mohammad Asif Khan
Tentara Taliban berjaga di gerbang Panjshir di provinsi Panjshir timur laut Afghanistan, Rabu, 8 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Para pejuang Taliban memperketat kendali mereka di wilayah Panjshir. Saksi mata mengatakan kepada Washington Post para militan Taliban menolak makanan yang diberikan oleh penduduk setempat dan mengeksekusi warga sipil.

Para saksi mengatakan kepada Washington Post bahwa Taliban membunuh setidaknya delapan warga sipil yang bukan pendukung perlawanan atau Taliban. Panjshir merupakan benteng terakhir gerakan perlawanan anti-Taliban yaitu Front Perlawanan Nasional Afghanistan (NRF).

Baca Juga

Pekan lalu, Taliban mengklaim mereka telah menaklukan Panjshir. Namun, pemimpin gerakan perlawanan Ahmad Massoud bersikeras pertarungan di Panjshir terus berlanjut. Dia juga menyerukan pemberontakan nasional.

Seruan Massoud disambut dengan aksi protes di seluruh Afghanistan untuk mendukung gerakannya. Namun pada Rabu (8/9), Taliban melarang segala bentuk aksi protes tanpa izin. Mereka yang akan menggelar aksi protes harus mendapatkan izin dari pemerintahan Taliban.

Taliban dilaporkan menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi. Juru bicara hak asasi PBB, Ravina Shamdasani, mengatakan Taliban membubarkan aksi protes dengan peluru tajam, pentungan, dan cambuk. Kekerasan tersebut telah menyebabkan kematian sedikitnya empat pengunjuk rasa.

Baca juga : Eks Dubes RI: Taliban Masih Disibukkan Urusan Domestik

Sejak menguasai Afghanistan pada 15 Agustus, Taliban berjanji akan membentuk pemerintahan inklusif dan lebih moderat. Mereka juga akan menghormati hak-hak perempuan dengan mengizinkan mereka bekerja dan sekolah.

Taliban berupaya memperbaiki citra ekstrem yang melekat ketika mereka berkuasa pada 1996-2001. Namun para aktivis dan jurnalis menuturkan kenyataan di lapangan dan pernyataan Taliban dalam setiap konferensi pers sangat berbeda. Aktivis perempuan dan mantan pemimpin politik perempuan mengatakan mereka diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.

Taliban mengumumkan jajaran kabinet mereka pada awal pekan ini. Semua jabatan di kementerian dipegang oleh laki-laki dan Kementerian Urusan Perempuan dibubarkan. Selain itu, Taliban juga melakukan tindak kekerasan terhadap sejumlah wartawan.

Reporters Without Borders menyebut jurnalis perempuan diduga menghilang dari Kabul. Media lokal Afghanistan mengatakan  dua jurnalisnya dipukuli dengan cambuk oleh Taliban karena meliput aksi protes. Beberapa foto yang beredar di media sosial menunjukkan punggung dan kaki dua jurnalis tersebut dipenuhi memar serta bekas luka.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement