Sabtu 11 Sep 2021 17:32 WIB

Pembangunan Sarpras di TNBTS Dipastikan tidak Ganggu Konserv

Muncul penolakan dari pembangunan sarpras di TNBTS.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Indira Rezkisari
Suasana Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Suasana Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Balai Besar Taman Nasional Bromo, Tengger, dan Semeru (BB TNBTS) memastikan pembangunan sarana prasarana (sarpras) tidak akan mengganggu konservasi alam. Pernyataan ini diungkapkan setelah muncul penolakan pembuatan wahana di Jemplang, Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BB TNBTS Novita Kusuma Wardani mengatakan, instansinya memiliki ketentuan dalam pembagian zonasi. "Itu namanya dokumen zonasi taman nasional, dari dokumen zonasi itu yang khusus pada zona pemanfaatan ada desain tapak, itu semua ada proses kajian," kata Novi kepada wartawan di Kota Malang.

Baca Juga

Dari ketentuan zonasi itu, BB TNBTS sudah bisa memetakan lokasi inti dan zona pemanfaatan. Hal ini berarti penentuan lokasi-lokasi tersebut tidak boleh sembarang dilakukan.

Menurut Novi, semua lokasi pada dasarnya memiliki zona pemanfaatan nasional yang dikembangkan untuk wisata alam. Dari luas 50.276,2 ha di TNBTS, hanya 2,5 persen yang diperuntukkan zona pemanfaatan taman nasional. Kemudian sekitar 130an hektare (ha) dipergunakan untuk pemanfaatan air masyarakat.

"Jadi pemanfaatan air untuk masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Kemudian sisanya baru untuk pengembangan wisata alam," ucapnya.

Pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) pengelolaan taman nasional juga termasuk pengembangan wisata alam. Gedung kantor TNBTS di Cemoro Lawang, Ngadas, Trisula dan Ranupani misalnya memiliki zona pemanfaatan berupa ruang publik. Selain sebagai sarana pengelolaan, ruang-ruang publik itu juga bertujuan untuk mengembangkan wisata, usaha dan jasa wisata masyarakat lokal.

Di samping ruang publik, zona pemanfaatan juga mencakup keberadaan ruang usaha. Menurut Novi, luas ruang usaha di TNBTS hanya sekitar 127 ha yang tersebar di tiga kabupaten. Dari empat kabupaten yang melingkupi TNBTS, hanya Kabupaten Pasuruan yang tidak memiliki ruang usaha.

Sejak 2020 hingga sekarang, BB TNBTS setidaknya telah menerbitkan tiga izin usaha. Namun usaha-usaha tersebut telah mulai melakukan pengurusan sejak 2016. Novi menilai, lamanya waktu proses ini membuktikan KLHK tidak bisa sembarangan memberikan izin usaha.

Dari tiga usaha yang mendapatkan izin, pembangunan sarpras di Jemplang menjadi sorotan publik baru-baru ini. Menurut Novi, Jemplang memiliki luasan zona pemanfaatan sekitar 30 ha. Dari jumlah tersebut, 28 ha untuk ruang publik sedangkan lainnya ruang usaha.

"Ruang usaha ini ketika dibangun, itu juga tidak boleh kemudian semuanya dibangun. Jadi persyaratannya ketika dibangun sarpras di taman nasional itu hanya boleh 10 persen dari luas yang diizinkan. Itu yang boleh dibangun," jelasnya.

Pembangunan ruang usaha juga harus memenuhi beberapa ketentuan yang telah ditetapkan. Beberapa di antaranya seperti bangunan maksimal dua lantai, terbuat dari bahan lokal dan alami. Kemudian desain ruang usaha juga harus mengadopsi nilai lokal, ramah lingkungan dan sebagainya.

Selanjutnya, Novi mengaku sangat terbuka apabila terdapat elemen masyarakat yang ingin memberikan masukan dan saran pada pembangunan sarpras di TNBTS. Namun hal yang pasti, sarpras yang dibangun di TNBTS hanya sebagai pendukung wisata alam.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement