REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Febrianto Adi Saputro/Dessy Suciati/Rizky Suryarandika
Komunitas Jokowi Prabowo (Jokpro) 2024 termasuk aktif mengkampanyekan jabatan presiden tiga periode. Ketua Umum Komunitas Jokowi Prabowo 2024, Baron Danardono, berharap agar deklarasi bisa dilakukan paling lama lima bulan lagi.
"Insya Allah, nanti paling lima bulan atau empat bulan lagi kita bisa berjumpa lewat acara deklarasi ketika Jokpro ini ada di 34 provinsi dan kurang lebih minimum 300 kabupaten dan kota, baru kita akan deklarasi," kata Baron dalam satu acara di Jakarta, Sabtu (19 Juni 2021).
Sekjen Jokpro 2024, Timothy Ivan Triyono, mengungkapkan Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini perlu dilanjutkan hingga tiga periode. "Pak Jokowi harus dilanjutkan ke periode ketiga. Karena, pembangunan ini kalau sampai dipotong bahaya nanti, kita akan mulai dari nol lagi," kata Timothy.
Jokpro menilai Jokowi penting dipasangkan dengan Prabowo agar tidak ada polarisasi seperti pada 2019. Namun, ia memastikan Jokpro terbuka dengan segala masukan, baik dari yang pro maupun yang kontra.
Awal tahun ini, politikus Arief Poyuono mengungkapkan adanya wacana soal kemungkinan tiga periode masa jabatan presiden.
Hal tersebut, kata Arief, ditandai dengan dilibatkannya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 lalu.
"Tapi, memang kalau saya melihat ke arah sana untuk tiga periode itu sebenarnya ada wacana ke sana. Test on the water-nya itu sudah terjadi itu di pilkada mantu dan anaknya bagaimana seluruh partai itu bisa mendukung anaknya dan mantunya, hanya ditinggalkan dua (partai) sebagai syarat," kata Arief dalam sebuah diskusi daring, Kamis (11 Maret 2021).
Menurut dia, peluang Jokowi untuk merasakan masa jabatan presiden menjadi tiga periode sangat terbuka. Sebab, hampir seluruh partai politik kini berada dalam kekuasaan Jokowi.
"Semua alatnya Jokowi itu ada untuk melakukan, mengubah menjadi tiga periode. Baik di media sosialnya, pasukan media sosialnya, parpolnya sudah ada di parlemen," jelas Arief. Namun, menurut dia, hal tersebut kembali lagi pada Jokowi.
Isu jabatan presiden tiga periode ini kembali bergulir bersamaan dengan pembahasan amendemen UUD 1945 di DPR. Beragam reaksi muncul atas wacana ini yang kebanyakan berkonotasi negatif.
Hasil survei lembaga Fixpoll menemukan mayoritas masyarakat Indonesia menolak perpanjangan jabatan presiden dari segi jumlah masa jabatan atau durasi per sekali menjabat. Fixpoll mengadakan survei terkait rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"57,5 persen masyarakat tidak setuju jika masa jabatan presiden diubah menjadi lebih dari dua periode. Namun, 11,4 persen menyatakan setuju. Sedangkan 12,6 menjawab tidak tahu," kata Direktur Eksekutif Fixpoll Indonesia, Mohammad Anas RA, dalam paparan hasil survei pada Senin (23 Agustus).
Baca juga : Pengguna KRL Wajib Tunjukkan Bukti Vaksin Covid-19
Hasil survei ini, menurut Fixpoll, menandakan mayoritas responden menolak rencana amendemen UUD. Rincian angkanya, sebanyak 19,5 persen menolak, 9,1 persen setuju dan 28,5 persen netral.
"Ada 42,8 persen responden yang justru tidak tahu dengan rencana itu (amendemen). Mayoritas responden juga menolak jika presiden dipilih oleh MPR (61 persen)," ujar Anas.
Fixpoll menemukan sebanyak 61 persen responden tidak setuju dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Saat ini presiden hanya dapat menjabat selama lima tahun dalam sekali masa kepemimpinan. "Adapun 7,9 persen menyatakan setuju dan 12,7 tidak tahu serta 18,4 menyatakan netral," ucap Anas.
Di sisi lain, Fixpoll menemukan bila wacana amendemen UUD 1945 direalisasi, maka dapat menimbulkan berbagai reaksi masyarakat. Pilihan tertinggi jatuh pada sikap pasrah dan menerima kebijakan tersebut (46,9 persen) dan tidak akan memilihnya lagi (33,3 persen).
"Sisanya melakukan protes dengan ikut berdemonstrasi, memposting di media sosial/blog atau membuat petisi terbuka serta lainnya," tegas Anas.
Survei ini diselenggarakan pada 16-27 Juli 2021 dengan mengambil sampel dari 1.240 responden yang diklaim berasal dari seluruh provinsi. Tingkat toleransi kesalahan sebesar 2,89 persen. Adapun tingkat kepercayaannya sebesar 95 persen.
Survei CISA Soal Masa Jabatan Presiden 3 Periode
Hasil survei Center for Indonesia Strategic Actions (CISA) menunjukan mayoritas responden juga menolak penambahan masa jabatan dan masa kerja presiden.
Berdasarkan hasil survei, 58,25 persen responden menyatakan tidak setuju jika masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Di samping alasan konstitusi, kinerja yang belum optimal dianggap menjadi hal yang mendasar mayoritas publik tidak menginginkan wacana tersebut direalisasikan," kata Direktur Eksekutif CISA, Herry Mendrofa, saat memaparkan hasil survei bertajuk 'Pandemi: Persepsi Publik dan Tren Politik Terkini' pada Jumat (3 September).
Baca juga : Shamsi Ali Sebut Islamofobia karena Ketidaktahuan
Sebanyak 28,83 persen responden menyatakan setuju dengan wacana presiden 3 periode. "Responden yang menyatakan Sangat Tidak Setuju sebanyak 8,25 persen, Tidak Tahu/Tidak Menjawab 2,58 persen dan Sangat Tidak Setuju terdapat 2,09 persen responden," ujar Herry.
Survei CISA mendapati bahwa rencana perpanjangan waktu kepemimpinan Presiden Jokowi hingga tahun 2027 ditolak oleh mayoritas responden. Menurut Herry, efektifitas dan efisiensi dalam konteks optimalisasi kinerja pemerintahan tak bisa menjadi dasar rencana tersebut.