Senin 13 Sep 2021 17:28 WIB

Eks Penyidik KPK Bantah Terima Suap dari Azis Syamsuddin

Eks penyidik KPK akui terima suap dari pihak berperkara kecuali dari Azis Syamsuddin.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stephanus Robin Pattuju mengakui telah menerima suap dari pihak berperkara, serta telah mencoreng nama institusi KPK dan kepolisian. Dalam sidang perdana, Stephanus mengakui menerima suap dari pihak berperkara kecuali Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado.

"Pertama, saya memohon maaf atas perbuatan yang saya lakukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepada institusi saya Polri. Saya sangat menyesal dan menyadari sudah khilaf menipu dan membohongi banyak pihak dalam perkara ini," kata Stephanus dalam sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/9).

Baca Juga

"Saya telah menipu beberapa pihak. Pertama saudara M Syahrial, saya menipu dengan menerima uang Rp1,695 miliar," ujarnya mengakui dakwaan yang dibacakan JPU.

Namun, Stephanus membantah telah menerima uang dari Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, seperti dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. "Kedua terkait saudara Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, saya tidak menerima uang dari yang bersangkutan. Dari Ajay sebesar Rp507 juta, Usman Effendi Rp525 juta, dan Rita Widyasari," tegasnya.

Meski membantah dakwaan JPU, Stepanus mengatakan tidak akan mengajukan eksepsi. Sementara pihak pengacara Stepanus mengatakan pada prinsipnya mengusulkan kepada kliennya untuk melakukan ekspesi. 

Tetapi, karena Stephanus menghormati KPK maka tidak ada eksepsi dari terdakwa. Pihak Kuasa Hukum juga menghormati pilihan kliennya yang tidak mengajukan eksepsi. Hanya saja, kliennya memohon mengajukan pindah rumah tahanan dari KPK ke rutan Cipinang.

Sebelumnya dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Stephanus Robin Pattuju, mantan penyidik KPK yang terlibat dalam suap penanganan perkara di Tanjungbalai, dengan Terpidana Walikota Tanjungbalai M. Syahrial.

"Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk mengadili, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, menerima hadiah atau janji," ujar JPU.

SRP menerima berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000,00 (sebelas miliar dua puluh lima juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah) dan USD36.000 (tiga puluh enam ribu dolar Amerika Serikat) atau setidak-tidaknya sejumlah itu, yakni masing-masing dari M. Syahrial sejumlah Rp1.695.000.000,00 (satu miliar enam ratus sembilan puluh lima juta rupiah), Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000,00 (tiga miliar sembilan puluh sembilan juta delapan ratus delapan puluh tujuh ribu rupiah) dan USD36.000 (tiga puluh enam ribu dolar Amerika Serikat).

Kemudian SRP juga menerima dari Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507.390.000,00 (lima ratus tujuh juta tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah), Usman Effendi sejumlah Rp525.000.000,00 (lima ratus dua puluh lima juta rupiah), dan Rita Widyasari sejumlah Rp5.197.800.000,00 (lima miliar seratus sembilan puluh tujuh juta delapan ratus ribu rupiah).

Sehingga jika ditotal bersama mata uang dolar AS, yaitu 36 ribu, bila dikurskan sekitar Rp513.297.001. Alhasil Robin bersama Maskur mendapatkan uang sekitar Rp11.538.374.001.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ungkap JPU.

Yaitu Terdakwa dan Maskur Husain (Pengacara pihak berperkara) membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang R.I. Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Pasal 37 jo.

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Walaupun SRP membantah menerima uang dari Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado. Namun JPU dalam dakwaan, justru mengungkapkan peran Azis Syamsuddin. JPU mengungkapkan sekitar bulan Agustus 2020, Terdakwa yang diminta tolong oleh Azis Syamsuddin lalu berdiskusi dengan Maskur Husain guna membahas tentang apakah mereka bersedia mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.

"Akhirnya Terdakwa dan Maskur Husain sepakat untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado tersebut asal diberi imbalan uang sejumlah Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dari masing-masing orang yaitu Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado dengan uang muka sejumlah Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Terdakwa kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Azis Syamsuddin dan Azis Syamsuddin menyetujuinya," ungkap JPU.

Selanjutnya JPU juga memaparkan uang muka tersebut kemudian diterima oleh Terdakwa dan Maskur Husain, dimana Terdakwa menerima sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan Maskur Husain menerima sejumlah Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) melalui rekening BCA nomor 03420081552 miliknya dari rekening Azis Syamsuddin pada tanggal 3 Agustus 2020 sebanyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan dua kali pengiriman dan tanggal 5 Agustus 2020 sebanyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) juga dengan dua kali pengiriman.

"Bahwa pada tanggal 5 Agustus 2020, Terdakwa menerima secara tunai uang sejumlah USD100.000 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) dari Azis Syamsuddin di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya 3/3 Jakarta Selatan, dimana Terdakwa datang ke rumah dinas diantar oleh Agus Susanto," ungkap JPU.

Selanjutnya Stephanus bersama dengan Maskur Husain masing-masing didakwa dengan dakwaan pertama Pasal 12 huruf (a) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jopasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Atau kedua Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jopasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement