REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jabar berhasil membongkar kasus pembuatan sertifikat vaksin ilegal. Dalam kasus ini polisi menangkap empat tersangka yang terdiri dari dua kelompok. Pimpinan kelompok ini ternyata mantan relawan vaksinasi Covid-19 di Kota Bandung.
‘’Ada dua sindikat yang berhasil kita bongkar,’’ kata Direktur Reskrimsus Polda Jabar, Kombes Pol Arief Rahman, Selasa (14/9).
Sindikat pertama, kata Arif, berhasil diungkap Subdit V Siber Direktorat Krimsus Polda Jabar yang dipimpin AKBP Mujianto, SIK, pada 27 Agustus lalu. Dari hasil patroli siber, polisi menemukan sebuah akun Facebook dengan nama Jojo yang menawarkan surat vaksin Covid-19 tanpa harus disuntik. Dari hasil penyelidikan, akun tersebut milik tersangka JR (28 tahun). ‘’Sindikat pertama kita tangkap tersangkanya beinisial JR. Dia ditangkap di rumahnya,’’ kata dia.
Dari hasil penyidikan terungkap tersangka JR mejalankan aksinya seorang diri. Mantan relawan vaksinasi Covid-19 ini menawarkan dan memperdagangkan sertifikat vaksin Covid-19 palsu di media sosial tanpa harus disuntik terlebih dulu. ‘’Sertifikat vaksin Covid-19 palsu ini mirip dengan yang dikeluarkan pemerintah. Dalam pembuatan vaksin ini tersangka mematok harga Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu,’’ ujar Arif.
Menurut Arif, tersangka JR mendapatkan sertifikat palsu dengan cara mengakses wibsite Primacare. Pelaku kemudian memasukan data konsumennya yang dikirim melalui online. Pelaku, imbuh dia, hanya meminta NIK kepada calon pemesan sertifikat. Hanya dalam beberapa jam saja, sertifikat palsu tersebut jadi dan dikirim ke konsumen secara online. Tersangka JR sudah membuat sembilan sertifikat vaksin Covid-19 palsu dari berbagai daerah.
Dikatakan Arif, dari kasus pertama ini polisi melakukan pengembangan dan berhasil mengungkap sindikat kedua. Sindikat ini terdiri dari tiga tersangka yaitu IF (27) mantan relawan vaksinasi, MY (26), dan HH (27). Ketiga tersangka, lanjut dia, diringkus polisi pada 7 September lalu di rumahnya masing-masing. Komplotan ini membuat sertifikat palsu dengan cara mengakses wibsite milik lembaga resmi pemerintah. ‘’Komplotan ini telah menerbitkan sertifikat palsu sebanyak 26 lembar. Tarifnya sebesar Rp 300 ribu per satu sertifikat vaksin. Sertifikat ini dikeluarkan tanpa harus melalui suntik vaksin terlebih dulu,’’ tutur dia.
Ke empat tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan Pasal 266 dan Pasal 268 KUHP.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, dr Anas Maruf, yang hadir dalam rilis di Mapolda Jabar, mengapresiasi langkap polisi dalam mengungkap kasus ini. Ia mengatakan, pembuatan sertifikat palsu seperti ini harus diberantas agar tak menganggu upaya pemerintah dalam mempercepat vaksinasi Covis-19."Vaksinasi Covis-19 ini penting untuk mencapai kekebalan kelompok. Karena itu upaya melanggar hukum yang akan menganggu program pemerintah ini harus diberantas,’’ ujar dia.